Kaweruh Tingkatan Ngelmu


TINGKATAN ILMU DALAM KEYAKINAN TERHADAP TUHAN

Kata Tingkatan itu artinya dari jenjang bawah sampai atas untuk menyembah (shalat) kepada Allah (Hyang Widi – Jawa), tingkatannya adalah:

1. Syari’at, artinya artinya pedoman yang sudah ditentukan harus patuh (wajibul yakin), jadi ahli Syari’at itu harus patuh keyakinannya (apa katanya) amalannya menurut hukum halal haram, yang diyakini betul-betul dan hukum membedakan halal dan haram, peraturannya, sembahyang, zakat, fitrah, puasa dan naik haji kalau mampu. Semua dijalankan berdasarkan ikut-ikutan menurut kemauan orang banyak, lalu ikut-ikutan menyembah kepada Allah, menurut peraturan agamanya masing-masing, jadi begitupun wajib harus begitu disebut imannya Wajibul yakin. Bung Karno presiden Indonesia asal dari Ngebang (blitar) sekarang menjadi Presiden Indonesia, dia mengetahui hanya cerita orang banyak, jadi kalau cerita itu salah, kepercayaan itu tetap salah. Umpama diteliti (telaah) pendapat tadi dengan jernih, tingkatan Syari’at setiap hari menunjukkan kedisiplinan bertindak menurut hukum yang ditentukan. Mengenai tentang pendapat Prof. Dr Usman dekan markas Angkatan Darat berbicara begini; ngerjakan rukun Islam itu pertama menanam rasa disiplin, jiwa atau jasmani, membersihkan diri , mempunyai semangat yang tinggi, watak kasih sayang, selalu sedekah (memberi pertolongan bagi yang membutuhkan), budi pekerti yang tinggi, yang saya lihat; saya bangun bagi lalu belum sembahyang (shalat) merasa malu kalau disebut bukan orang muslim, jadi berbuat karena malu.

2. Tarikat, meningkat mencapai kebathinan (Qalbu – Arab), melaksanakan puasa mengendalikan pikiran. Jadi tarikat itu melaksanakan berdasar pengetahuan mengendalikan pikiran (mengasah pikiran), membaca buku-buku agama, wirid, berguru, bertanya, dan musyawarah tentang ilmu Allah. Tarikat mempergunakan pikiran untuk mengupas (mencari) tanda-tanda saksi Allah. Jadi tahu kalau basil-basil itu hidup memiliki apa, membuat keyakinan menguat. Zaman dahulu para ahli kitab masih termasuk tingkatan Tarikat, artinya hanya tahu saja (mengerti), karena pengetahuan sudah mantap lalu imannya disebut Ainul Yakin, contohnya begini; pengetahuan (mengetahui) kalau Bung Karno itu Presiden, memang sudah melewati Istana Presiden dan mendengarkan pidatonya, jadinya kira-kira rumah Bung Karno sudah Tahu tetapi belum pernah jumpa dengan Bung Karno sendiri. Tataran (tingkat Tarikat) itu walaupun sudah mengetahui tidak pernah meninggalkan Syari’at agamanya, jadi Tarikat itu hanya naik kelas (tingkat). Pada tingkatan itu para pengikut menerima ajaran guru seperti berpuasa, tekadnya hanya meniru sifatnya Allah saja, sucinya dan adilnya, disitulah terbukanya ilmu itu supaya keterima ilmunya harus praktek (shalat Tarikat) mengendalikan pikiran. Ahli Tarikat itu bisa membedakan yang benar dan yang salah dari orang lain ataupun diri sendiri, lalu bisa mempunyai sifat kasih sayang dan sayang kepada seluruh umat-Nya (Allah), besar wibawanya, mengetahui kemauan dirinya sendiri. Semua itu membuat terbuka hatinya. Apa sebabnya kita harus kasih sayang kepada umat-Nya (Allah), yang mengendalikan hawa nafsu (mengupas hawa nafsu). Menurut Wedaran Wirid Tarikat itu jalannya hati (Qalbu), karena hati mempunyai kemauan yang sangat cepat seperti kilat, lalu Tarikat memerangi pengaruh yang berupa keinginan yang timbul dari hati.

3. Hakikat, yang disebut Hidayat Jati, Hakikat itu Shalat sejati yang tidak merasa geraknya aku (jasmani, pikiran, perasaan sudah disingkirkan / dikendalikan), jadi gerak (makarti-jawa) aku tidak merasakan aku. Hakikat itu imannya para Mukmin (Aulia), imannya disebut Haqkul Yakin, artinya Nyata (benar). Percaya kalo Bung Karno menjadi Presiden karena sudah masuk rumahnya tetapi belum jumpa langsung/berhadapan dengan Presiden Sukarno (Qalamullah – Arab). Ditingkat itu terbukanya Kijab atau batas antara manusia dengan Allah (kawulo – jawa), cocok dengan Hadist Nabi : “siapa yang betul-betul mengetahui dirinya benar mengetahui Allahnya”, karena Hakikat itu Sembahnya (Shalat) Roh (jiwa), keadaannya diliputi tidak merasa apa-apa, lalu para ahli suluk, Sufi, tapa dan mempunyai pendapat atau keterangan begini : “aku ini tidak ada, yang ada yang mengadakan (yang menciptakan)”, keterangan atau ketentuan tadi membuktikan sempurnanya Hakikat dan bisa menguasai jasmaninya melalui Rohaninya, kata lain sifat dan Hakikatnya DAT sudah menyatu (manunggal-jawa). Di tingkat yang begitu sebutan sakit, pening/pusing, panas, dingin dan mati itu tidak ada, yang benar yang disebut menyatu (Widhatul Wujud – Arab). Di kitab Suluk disebut begini : “hatinya yang beriman berdirinya Roh kita”, Hakkikat itu menuju sejatinya kemauan, yaitu tingkatan jiwa yanng menyerahkan diri pada Allah (Hyang Widi – jawa), karena sudah tidak mempunyai perasaan tidak ikut-ikut memilki, Iktikat itu serupa dengan menyebut serupa yang disebut satu, perjalanan sehari-hari orang yang sudah begitu menurut aku pada kemauan DAT (sifatnya Dat).

4. Ma’rifat, tingkatan itu imannya para Arifin yang disebut Isbatul Yakin, artinya sudah sempurna, sempurna keterangannya begini : sudah kerumah Bung Karno, sudah salaman dan berbicara langsung/berhadapan dengan Bung Karno. Keterangannya sudah Ma’rifat semua ilmu, pengetahuan, amal ibadah, filsafat dan lain-lainnya sudah menjadi satu, sudah mengetahui sebab dan akibat, disebut diwirid Hidayat Jati : Zikir azalalah, artinya zikirnya rasa didalam alam cahaya disebut zikir Ma’rifat, sempurnanya tidak merasa apa-apa. Keterangan tersebut diatas tadi disebut tingkatan Islam. Kata Islam sebenarnya bukan agama, itu hanya kebisaaan orang mengatakan, jadi nama-nama agama menurut yang menyiarkan, umpama agama Budha yang menyiarkan Sang Budha, Kristen yang menyiarkan Yesus Kristus, jadi agama Islam disebut agama Muhammad, artinya tidak menjadi masalah, sebab yang menyiarkan Nabi Muhammad, Islam itu kata-kata penerangan (menunjukkan) sesuatu, barangnya tidak bisa dijangkau tetapi bisa dirasakan, jadi Islam itu sesuati iktikat yang luhur (suci). Kata suci keterangan lahir dan batin, kasar dan halus (nampak dan gaib), tidak bisa berubah. Kata suci (Islam) itu artinya tidak apa-apa (tidak bisa dijangkau), itu sebabnya kata Islam disebut suci bisa dikatakan telah bersujud pada Allah. Kata bersujud (pasrah) itu bukan main-main, hanya yang bisa yang melaksanakan Nabi, Wali, Aulia, Pandita, Guru yang sudah semprna. Bukti untuk sehari walaupun hanya kata-kata (nama) sebagaimana tertera dalam wirid Hidayat Jati itu, tidak ada apa-apa, jika diteliti kata tidak ada apa-apa tadi waktu menginjak dunia yang pertama dikatakan lahir didunia melalui tidak tahu apa-apa. Jadi kata sehari-hari Islam yang kita bicarakan dari bahasa Arab, artinya bersujud suci (sunyi senyap tidak ada apa-apa), jadi bebasa dari keinginan. Dalil di kitab Al Qur’an surat Al-Baqarah : 131 :
“ketika Allah berfirman, “kamu harus Islam bersujud kepada Allah”, Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”.
Jadi yang namanya Islam itu umpama sudah menjalani yang empat tingkatan tadi dari yang Syari’at, lalu mencapai tingkat Ma’rifat disebut bersujud (Islam/suci) terhadap Dat yang wajib adanya, berdasarkan ukuran Layu kayafu (tidak bisa dijangkau), artinya jika kita mau bersujud (sumarah-jawa) harus memakai pakaian Layu Kayafu (tankeno kinoyo ngopo – jawa), contoh : jika tentara mau menghadap Presiden harus memakai pakaian seragam lengkap, pangkat, sikap tegak dan lain-lain baru dapat diterima, apalagi manusia menghadap Allah, harus lebih lengkap lagi, umpama Tauhid, pikiran bersih, hati bersih, pasrah, tidak ingin apa-apa (merasakan apa-apa) dan Islam, itu baru tingkat Ma’rifat.
Jadi menjadi Islam itu kalau sudah bisa menyingkirkan aku pribadi, yaitu sudah diterima At-tauhidnya, sementara orang bisaa memerlukan makan, lalu belajar Ma’rifat selagi masih hidup, kalau tidak lulus (mencapai Ma’rifat) lain perkara, rahasianya begini : siapa yang (waktu) didunia belum bisa Islam (sumarah) nyerah diri, tidak bisa meninggalkan keduniaan At-tauhid (menyatu), kalau sewaktu Sekaratil maut (menjelang ajal)/koma, akan mengalami yang menakutkan dan mengalami seperti dialam kubur, sebaliknya umpama bisa At-tauhid (Islam) suci menghadap kepada Allah; itu nanti kalau Sekaratil maut (menjelang ajal) Insya Allah langsung menghadap kepada-Nya (Allah) yang disebut Inalillahi Wa inalillahi Roji’un, kalau Budha melewati alam Nirwana. Orang yang sudah Ma’rifat itu disebut Arifin, artinya Muslim, siapa yang ingin mencapai tingkatan Ma’rifat, contohnya seperti dalil dibawah ini, pesan Nabi Ibrahim As dan Nabi Yakub kepada anak cucu; Al-Qur’an surat Al-Baqarah : 132 ;
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati sebelum jadi Islam (Ma’rifat)”
Jadi jelas sekali yang ditakuti sewaktu Sekaratul Maut (menjelang ajal). Keterangannya begini : siapa yang hidup mencapai Islam, maka seperti sudah bisa menghadap dihadapan Allah (lihat tentang Bab pengetahuan mati), karena Islam itu bagi orang Ma’rifat menjalaninya melalui jalan yang tidak bisa dijangkau (Layu Kayafu), hanya sekali itu sudah menjadi Islam, ada yang selalu mengalami, ada yang seumur hidup hanya sekali, tergantung dengan yang menjalani. Menurut Dalil tadi para leluhur agama Islam pasti tujuannya suci. Jadi Islam suci sesungguhnya sudah diuji pada zaman sebelum Nabi Muhammad, jadi Nabi Ibrahim, Nabi Yakub, Nabi Musa, Nabi Isa as dan Nabi Muhammad SAW itu satu tujuan, yaitu Islam (mencapai Ma’rifat).

Menurut Kyai Agus Salim, Islam berasal dari bahasa Arab, asalnya kata Salama, artinya Selamat, sentosa tidak kurang dan tidak rusak. Kata tadi menjadi kata Aslama, kata tadi berusaha menyelamatkan (menyucikan) dari yang tidak baik, pertama pada diri pribadi, kedua pada manusia dan makhluk-makhluk-Nya. Selain itu kata Aslama itu sama dengan pasrah menghadap kepada Allah, jadi kata Islam itu sudah mengandung arti keseluruhan.
Dari keterangan diatas agama Islam itu Azazan, perintah untuk menyelamatkan manusia dan alam raya seisinya, selain dari itu kata Aslama artinya menyerahkan diri sepenuhnya, jadi kata Aslama itu pokoknya kata Islam. Kata Islam berarti sumber dari segala kata (pokoknya). Dari keterangan di atas, kata Islam itu bukan sekedar nama, umpama Hindu, Budha, Kristen, kata-kata tadi artinya supaya dipahami menurut buktinya (artinya).
Agama Islam itu ajaran, perintah dan petunjuk manusia dan alam seisinya tunduk kepada Allah, jadi harus dinyatakan dengan gerak, kata-kata, budi pekerti untuk menjaga keselamatan dunia dan akhirat.
Kata Kyai Agus Salim seperti diatas itu umpama diteliti dengan benar, menunjukan perbedaan antara satu agama dengan agama lain, singkatnya agama-agama tadi tidak satu tujuan dengan agama Islam, jadi Islam, Budha, Kristen itu hanya nama agama.
Menurut dasar surat A-Israa : 15 terdahulu (Bab I ), semua itu hanya sebutan sekedar nama, tidak beda sebutan (nama-nama), ada yang mengatakan Allah, Got Theo, Gusti Allah, Hyang Widi dan lain-lain, itu semua yang memberi nama hanya manusia sendiri. Menurut Wirid (ajaran) kata Islam itu sebutan salah satu agama, bukan kata sebutan, tetapi kata Saik yang artinya seluruh manusia tidak membedakan agamanya yang penting bisa menyatu dengan Allah (At-tauhid). Sebenarnya kata Islam itu Ma’rifat, akan tetapi ada kata Budha, Islam sejati. Islam sejati itu hanya untuk orang jika dicubit merasa sakit.
Arti Rahasia hanya tanda yang digunakan oleh orang yang membutuhkan tetapi semangat saja yang sama, yaitu mencari kebenaran Allah.

Kata Ma’rifat itu asal dari bahasa Arab yaitu Arafah, artinya melihat, tetapi bukan memakai mata atau pikiran (pengetahuan). Kata-kata melihat itu bukan pakai mata tetapi mengarah ke ilmu, dan Ma’rifat itu tahap mengetahui Wirid (pelajaran); melihat Allah tidak memakai alat mata dan tidak memakai pikiran. Melihat Allah terhadap Wirid artinya siapa saja bisa mencapai Ma’rifat, tetapi apa yang akan di Ma’rifati jika tidak tahu tentang hal ketuhanan (Allah), dan Ma’rifat itu bertekad, sudah pandai melakukan Zikir, Sholat Tauhid, Semadhi (Yoga) saja tetapi disertai ta’at, patuh dan yakin kepada agamanya. Umpama ta’atnya para ahli Syari’at hanya karena takut kepada peraturan; sholat, puasa, zakat, fitrah, naik haji merasa sudah menjadi Islam. Tetapi terhadap Ma’rifat selain menurut perintah agama lalu disertai tekun (kuat) terhadap sesuatu tujuan sehingga patuh (ta’at) terhadap tujuan untuk membuktikan Allah itu ada. Orang olah (melatih) batin terhadap orang Ma’rifat itu membuktikan bukam gampang, sebab orang-orang itu batinnya sudah memiliki sifat Allah, umpama sifat kasihnya yang biasanya lalu menjadi watak kasih sayang terhadap sesama. Kata Kasih Sayang menurut Allah (Rahman dan Rahim- Arab), tidak beda-beda, buktinya para Nabi, Wali, Mukmin semua mempunyai sifat kasih sayang, sudah ditujukan untuk diri sendiri menjadi untuk semua (universal), walau begitupun masih ada ingin perang dan membunuh musuh, begitulah orang yang sudah mengerti bahwa perang atau membunuh musuh itu mestinya pasti merusak rumah tangga. Tetapi terhadap orang yang sudah mengetahui rahasia alam, itu tidak mengherankan hanya menjadi kewajiban (tugas). Perang dan membunuh terdorong oleh kasih sayang dan suci, daripada menjadi hancurnya dunia (merusak ketentraman), maka harus dibunuh (dimusnahkan). Jadi para bijaksana melaksanakan tadi sama menuju keselamatan dunia, tujuannya menyelamatkan dunia dari semua penghalang, begitulah eloknya / sempurnanya Ma’rifat.

MACAM-MACAM KEPERCAYAAN DAN PENDAPAT
TENTANG TUHAN (ALLAH)

Qur’an surat Al-Hadiid ayat 4-6;
4-“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy) Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya). Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
5-“Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan.”
6-“Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati.”
Ilmuwan zaman dahulu Anaxagoras dari Clazomini (yunani), ia adalah seorang ahli ilmu pasti yang disebut sebagai seorang kafir, karena tidak percaya dewa-dewa, dan ilmunya dinamakan Atomistik, ilmuwan itulah yang menyiarkan; bila roh-roh itu tidak ada batasnya dan mewujudkan gerak tertib, selanjutnyanya roh-roh menyatu dengan tuhan-tuhanan, dan ia bertekad mengatakan roh-roh itu maha kuasa dan maha tahu. Ilmuwan lain yang sam pada waktu itu Anacagoras yaitu Anaximander dari Milete Ionia; kepercayaannya kealam raya (benda), tujuannya; asalnya benda-benda itu dari zat tanpa awal tanpa akhir dan tidak bisa ditebak, zat itu disebut Apeiron, artinya kekal (abadi), menurut kepercayaannya (Apeiron) adalah tentang jiwa (roh), pendapatnya bila roh-roh itu seperti Hawa dan Angin. Ilmuwan Ibnu Araby Al Halady dan syeh Siti Jenar sama pendapatnya, jika manusia itu berasal dari Hakikatnya Maha Agung, artinya penyempurna DAT, dan Faham itu disebut Widatul Wujud. Pendapat memutuskan Allah dan manusia menyatu, dalam bahasa Wiridan disebut Chaliq, dan makhluk itu satu (menyatu), begini keterangannya; DAT Yang Maha Kuasa itu meliputi adanya sifat Ujud, tidak luar tidak didalam, tidak bertempat, tidak zaman, tidak laki-laki tidak perempuan, tidak beranak tidak diberanakan, tetapi meliputi Jagat Raya, lihat firman Allah, surat Al-Hadiid : 4-6, seperti diatas.
Artinya ayat-ayat tadi Al-Hadiid 4-6; kepada siapa saja yang diciptakan tidak dibeda-bedakan (pilih kasih), yang sifat baharu semua diliputi Zat Allah. Semua itu untuk membuktikan kepada orang yang berpendapat Allah itu pilih kasih dan ada yang disayang karena dari adanya pendapat yang bermacam-macam lalu ada ada golongan yang memberanikan bahwa Allah bisa dijumpai dengan manusia dengan memuja cara masing-masing. Sebelum adanya peraturan agama, ada peraturan yang menetapkan bisa jumpa dengan Allah karena menyembah kepada benda untuk perantara. Faham tadi dinamakan Animisme yang menambah kepercayaan golongan tersebut. Manusia itu mempunyai hidup terus sesudah mati, oleh karena hidup itu Hakikatnya Allah. Allah itu meliputi semua maka menjumpai memakai (memuja) kayu, batu, patung; paham (kepercayaan) itu bisa saja percaya ada DAT yang wajib adanya, tetapi tanpa keterangan, jadi pekerjaan tadi hanya yakin ada dan cinta, jadi faham yang tidak terang, tetapi didalam hati bisa menciptakan/mengarang bahwa Allah itu ada dan menyatu, faham tadi disebut Antropormophisme. Ujud/nyata disini berarti karangan-karangan yang timbul dari angan-angan lalu ada golongan yang nebak-nebak bahwa Allah itu bisa menjelma menjadi orang, dan orang itu disebut Allah. Kitab Injil, Taurat asal pertamanya terjadi Jagat Raya;
• Allah menciptakan manusia melalui cahayanya.
• Tidak ada orang yang bisa dekat dengan Rama (Allah), kecuali tidak keluar dari Rama aku, umpama kamu bisa mengenalku pasti kamu mengenalku (Rama).
• Orang yang bisa melihatku, jadi sudah bisa melihat sang Rama, sang Rama ada berada padaku.
Kata Citra tersebut diatas maksudnya sinar yang memancar, itu kata karangan, dalam perkataan Wirid disebut Hakikat, sudah sebenarnya manusia itu asal Hakikatnya Tuhan. Menurut trilogy Kristen; Tuhan sifatnya Rama sang Putra dan Rohulkudus/Rohsuji (perkataan sang Rama lebih kurang adalah DAT yang wajib adanya) Tuhan yang disembah yang paling tinggi sekali. Sang Putra sinarnya Rama (Hakikatnya cahaya tuhan) atau yang dinamakan Citra yang sifatnya makhluk yang memiliki sifat 20, Rohul kudus itu roh suci yang menempati sifatnya manusia. Karena manusia sifatnya sempurna, lalu manusia memiliki Rohul Kudus, Rohul kudus itu bisa disebut sejatinya aku, lebih-lebih tentang kemajuan rasionalnya (akal pikir) orang saja.
Surat Injil diatas tadi lalu ada perkataan; “orang yang bisa melihat aku, jadi sudah melihat sang Rama”. Keteranngannya; orang yang sudah mengetahui / melihat aku sama seperti sudah mengetahui / melihat Allah. Jadi kata melihat artinya bukan dengan mata, tetapi melihat melalui hati, yakin dengan diri sendiri, aku itu meliputi Hakikatnya Allah.
Wihdatul Wujud asal dari bahasa Allah, Pembagiannya begini :
• Wihda dari kata Wahdat, artinya Satu.
• Wujud artinya Ada.
Jadi Wihdatul Wujud itu adalah Satu dan Ada (Kahanan Tunggal = Bahasa Jawa), yang menciptakan dan yang diciptakan, bahasa Ilmu (Wirid) Chaliq dan Makhluk, artinya lebih kurang Chaliq tidak ada dan Makhluk tidak ada. Sebaliknya kalau Manusia tidak ada, maka Manusia dan Chaliq tidak ada yang menyebut. Dibagian keterangan kepercayaan Wihdatul Wujud banyak para Ulama yang tidak sepakat pendapatnya atau sama tidak percaya pendapat tadi karena keadaan tunggal itu pecahan para Pertapa, Sufi, Filsuf. Ada pendapat yang simpang siur, yang satu mengatakan Chaliq dan Makhluk itu Dua, artinya Allah disamakan berada disuatu tempat dan makhluk ada tempatnya masing-masing. Di Jawa menurut surat Wirid dan sejarah-sejarah ada seorang Wali mempunyai pendapat bahwa Wihdatul Wujud itu namanya Syeh Siti Jenar, ditanah Jawa dulu ada Wali 9 (Songo=Jawa) didemak, para Wali menurut sejarah mereka tidak suka kepada Syeh Siti Jenar, karena tidak sepaham dengan para Wali, lalu dimusuhi dan ilmunya sampai sekarang diketahui.
Ditahun 858 Masehi di Persia ada pujangga namanya Al Hallaj, dia terkenal didunia barat dan timur dengan bukunya dan buku-buku tersebut ditulis dengan bahasa masing-masing negara/daerah, pendapatnya mengakui Wihdatul Wujud (Yang Kuasa) adalah Tuhan Esa, dan Al Hallaj tadi dihukum oleh pemerintahan dizamannya, karena khawatir pengetahuan tadi berbahaya bagi masyarakat awam/umum.

Kepercayaan Wihdatul Wujud disebut keadaan satu. Menurut pendapat Sarjana, Filsufi; Plato, Aristoteles, Al Hallaj, Syeh Siti Jenar dan menurut keterangan itu menebak bila Manusia sebenarnya penyempurnaan Dat Allah, keterangannya umpama Manusia dan Makhluk itu seperti Air yang jernih yang berada dibak air dan Allah di ibaratkan seperti Surya diatas langit yang memancarkan cahaya ke 1000 bak air tadi, dan isi 1000 bak air tadi jika dilihat masing-masing terdapat matahari/surya yang memancarkan sinarnya dari langit tetapi sebenarnya matahari tadi hanya satu.
Leluasa artinya benda, manusia, besar, kecil bergerak karena memiliki Dat Allah, seperti Bak Air tadi ada Mataharinya, dan bergerak menurut keadaannya (kodratnya). Ada lagi kepercayaan yang berpendapat Chaliq dan Makhluk itu ada dua. Keterangannya kalau Makhluk-makhluk dilihat dari Chaliq (melihat matahari) keadaannya tetap satu, kalau dilihat dari makhluk (bak air tadi) matahari lebih dari satu, yaitu Makhluk (bak air) satu, Chaliq (tuhan) dua, artinya Matahari ada 1 (satu) dibak dan 1 (satu) dilangit.
Al-Qur’an surat An-Najm : 43-44 ;
43. “dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis,”
44. “dan bahwasanya Dialah yang mematikan dan menghidupkan,”
Yang menyebabkan tertawa dan menangis itu Allah, artinya Manusia sudah memiliki sifat Qodrat / Irodatnya sifat 20, lalu yang memberi sifat tadi mengikuti tertawa, menangis, jadi pendapat tadi berpedoman kepada ayat-ayat suci Al-Qur’an, sebenarnya Allah itu meliputi kita semua (manusia);
1. Dat Allah; tidak nampak, layu Kayafu, Nukat Gaib, orang tidak bisa melihat tetapi bisa menguasai, bisa menghidupi, bisa mematikan, bisa menangiskan dan bisa mentertawakan.
2. Arti keterangan diatas mengatakan tidak diragukan lagi karena Hakikatnya DAT (sifat 20) tadi, karena umat manusia tidak berhak mengatakan bahwa manusia sama dengan Allah, walaupun memiliki DAT (sifat 20) yang lengkap, karena manusia tidak mempunyai kekuasaan (Wenang – Jawa).
Oleh karena itu lalu ada pendapat bila Allah dan Umat itu dua (Allah,Umat), ada yang mengatakan Allah dan Umat itu satu (Esa); Datnya sama, geraknya sama, Hakikatnya sama, karena semua sama-sama yang menguasai dan yang dikuasai, lalu diartiikan satu Dat Allah. umpama Siti itu bisa merubah diri apa saja, Dat Siti sama geraknya dengan Siti, tetapi Siti sulit untuk menyebut badannya sendiri, seolah-olah bertanya kepada diri sendiri “dari mana asalnya ini?”. Jadi keterangan kepercayaan Wihdatul Wujud asal dari satu DAT bisa menjelma apa saja.
Mempelajari Pelajaran (Wedaran Wirid – Jawanya) Bab Sifat 20 itu memang sulit, karena yang diterangkan tentanng mengenai Allah (Tuhan), jadi memang sebenarnya para leluhur dizaman dahulu memikirkan tentang yang sangat sulit, karena memikirkan kalau salah menerima bisa membahayakan hidupnya sendiri dan masyarakat umum.
Almarhum Mahatma Gandhi (India) sangat memuji kepada kepribadian Nabi Muhammad SAW, karena satu tujuan yaitu menyembah kepada Satu Allah, kalau dilihat kepercayaannya, Mahatma Gandhi itu pujangga Budha, dan Nabu Muhammad penyebar Agama Islam. Kalau difikir tujuan Mahatma Gandhi tentang Tuhan (Allah) adalah satu, hanya beda nama tetapi tujuan sama.
Pujangga Islam Syeh M. Abdul pernah berteman dengan pujangga Kristen Graaf leo Tolstoy, dan berpendapat Nabi Muhammad SAW tidak beda dengan Mahatma Gandhi. Menurut surat-surat M. Abdul dan Tolstoy sama-sama mempercayai agamanya masing-masing. Adanya hubungan tadi hanya menyatukan tekat yang dikatakan MONOTHISME, artinya menentukan Allah itu Satu utuh (Esa). dari contoh-contoh itu lalu jelas Kitab Allah itu bahwa walaupun beda namanya tetapi sama tujuannya, yaitu menetapkan Allah itu satu (Monothisme).
Beda keterangan yang terdapat pada kitab-kitab tadi yaitu :
• Agama Islam; Allah – Sifat 20;
• Agama Kristen; Trimurti – Tuhan Rama;
• Agama Budha; Tuhan Trimurti sang Budha.
Semua itu hanya sebagai pedoman, artinya untuk contoh jalannya ilmu pengetahuan, lalu ada pendapat yang berbeda-beda, itu dapat dari turun temurun, Allah mengutus para Nabi, penganutnya sama-sama meyakini ajaran Nabi Musa pada zaman itu, dan sampai sekarang tetap tidak setuju dengan pendapat lain, karena dihati yakin terhadap ajaran Nabi Musa yang dianggap benar;
• Ajaran Nabi musa yang utuh terdapat 10 (sepuluh) ajaran, dan pada zaman dahulu masyarakat belum seperti sekarang kemajuannya, turun temurun penganutnya sama-sama membenarkan ajaran Nabi Musa, dan sampai sekarang tidak setuju pada agama lain, karena ajaran Nabi Musa dinggap paling benar.
• Ajaran Nabi Isa itu menjadi ukuran masyarakat zaman dahulu sampai sekarang, turun temurun tetap menjadi kepercayaan (dianut).
• Ajaran Nabi Muhammad SAW, begitu juga membenarkan pada ajaran-ajaran Nabi-nabi, walaupun beda-beda tempat dan kemajuan cara berfikir, ajaran-ajaran tetap bertekad membenarkan Allah itu satu (Esa).
Bila demikian adanya keterangan 3 macam bisa disimpullkan dengan menurunkan kitab-kitab perantaraan Nabi-nabi Allah, menilai keadaan masyarakat bahwa Al-Qur’an itu kitab yang diturunkan untuk menutup segala kitab-kitab yang diturunkan, dengan isinya yang lengkap dan meliputi politik, ekonomi, bermasyarakat, pernikahan, hukum tata negara dan lain-lain, dan semua yang terpenting Al-Qur’an itu sifatnya Allah.
Seketika ada pertanyaan begini; “jika semua agama-agama itu kemauan Allah, kenapa baru sekarang menyatunya agama. Jawaban dari pertanyaan itu benar atau salah dinyatakan di Surat Al-hajj : 67 ;
“Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan Syari’at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari’at) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus.”
Keterangan dari ayat diatas begini; Agama contoh peraturan yang dikehendaki oleh Tuhan (Allah), intisarinya menuju yang benar, walupum agama tadi harus ditaati, walaupun lebih tua (lebih dahulu mencul) atau lebih tebal kitabnya, semua perintah menurut orang zaman dahulu tetap benar (lurus), yang membenarkan adalah orang yang sudah maju, menurut pendapat pasti benar untuk orang dizaman dahulu, walupun dikotak-katik (diubah-ubah) tetap benar (lurus), walupun yang membenarkan itu orang dizaman sekarang, Allah mengatakan “hati-hati, segala urusan agama itu jangan dibuat perdebatan”, sebab yang penting agama-agama itu merupakan perkataan-perkataan Allah (Firman Allah). Allah itu pujaanmu (Sembahanmu), Allah itu ada. Bila diteliti dari agama Budha, Kristen, Islam, Majusi, Sinta, Hindu, Tao, Zorowaster; semua itu seperti sungai yang mengalir deras, panjang, lebar dan mengalir pelan; semua mengalir kearah laut (samudra). Ada pertanyaan begini; “apakah agama tadi bisa bersatu dengan upacara !!”, ada yang mempunyai tekad menyatukan agama-agama itu, ia seorang Cendikiawan Sufi dari Persia yang terkenal, namanya Al-Hallaj, sebelum Cendikiawan tadi wafat, ia mempunyai tekad satu, yaitu peraturan Allah untuk Allah, umpamanya tercapai dan bisa menyatukan bangsa berjuta-juta.
Tekadnya Anaxagoras tentang Hakikatnya Roh, itu umpama diteliti belok dari tujuannya yang berwujud benda, barang dll, itu sampai sekarang belum ada satu manusiapun yang membuktikannya, umpama ada orang yang cerita bisa melihat Roh, sebenarnya hanya bisa menjerumuskan, dan firman Allah surat Al-Isra : 85 ;
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”
Kata sedikit itu tidak berarti barangnya, hanya sepengetahuan, buktinya orang bisa memilih hidup itu apa.. walaupun nanti pikiran manusia sudah maju, mengenai Esa itu belum ada Nabi, Wali, Mukmin, Sarjana, Profesor, Doktor dan lain-lain yang bisa memegang Roh, walaupun Roh semut, yaitu yang dinamakan Gaibnya Allah.
Didunia modern sangat membingungkan tentang Allah, lalu ada paham Athisme yang membantah ada Allah.

Menurut Paham tadi Allah tidak ada, hanya ciptaan manusia. Penafsiran ketuhanan itu tidak bisa untuk landasan mencari hukum kejadian dan sebabnya. Francis Bacon mengatakan dizaman kemajuan ilmu, zaman makmur semakin banyak orang yang tidak percaya kepada Allah, kenapa waktu miskin, gembel, perut lapar, sakit lalu manusia mencari pegangan (kepercayaan) kepada Allah.
Bacovan Ferulame berkata demikian; sorang Athist itu orang-orang yang hatinya palsu, tidak jujur. Untuk penutup tentang Ikhtikat macam-macam untuk ketuhanan, disini perlu tambahan pendapat tentang ajaran Sidarta Gaotama, yaitu Sri Budha Gaotama, begini; menurut berabad-abad kebudhaan itu bukan agama, tetapi suatu pendapat bahwa sebenarnya kebudhaan agama Tuhan, sebab yang menyiarkan adalah seorang ahli tapa, dan kata dari Tuhan melalui sang petapa Sri Budha Gaotama, bedanya apa?, Nabi Muhammad bertapa di Gua Hira di tanah Arab, sang Gaotama bertapa di pohon Budhi dan dua-duanya mendapat kitab.
Ajaran kebudhaan menghilangkan (melepaskan diri) dari kesengsaraan (kesusahan) menggunakan kekuatan diri sendiri, dan Maha Budha hanya memberi hidayah, taufik dan berkah, maksudnya pusat azas abadi atau pusatnya sumber yang ada (Jagat Raya).
Pelajaran itu ternyata merupakan kebutuhannya manusia dan membenarkan bahwa kesengsaraan (penderitaan) itu sumbernya adalah Nafsu, maka nafsu itu harus dikendalikan, jalannya harus konsentrasi, meditasi, yaitu Dhiyana atau Semedi (At’tauhid bahasa arabnya) menurut keyakinan menuju kebudi (Qalbu bahasa arabnya) dan bersama melalui tata tertib susila, sesudah bisa mengendalikan Nafsu, baru bisa menerima pelajaran bila Budi (kesadaran diri) pribadi itu tiak ada, jadi hidup merasa sendiri (individu) itu salah, sebenarnya harus merasa hidup menyatu, berdiri tidak sendiri-sendiri (universalisme) dicocokan dengan sifat Afhngalnya Allah.
Selanjutnya bila sudah bisa menyatu dengan keabadian tidak terikat dengan suatu sebab dan akibatnya (Karma) yang berubah-ubah, karena dengan perbuatan sendiri menyebabkan penderitaan, dengan tujuan yang baku (utama) menuju ke alam Nirwana, alam yang tidak terjamah oleh apapun.
Budisme (agama Budha) itu tidak mengakui adanya roh (jiwa) pribadi, manusia itu hanya membuktikan paduan dari kumpulan zat yang hanya selalu bergerak berubah-ubah tidak kekal, karena perbuatan sendiri, dan perbuatan orang lain, keterangannya lebih kurang sebagai berikut :
• Masuk Agama Budha;
• Mengerjakan perintah yang Suji;
• Menjalankan Puja (menyembah).
Artinya ;
a. Darma itu undang-undang Tarikat yang untuk ke Budhaan (agama Budha)
b. Jalannya untuk menuju kebebasan kecuali semedi harus memenuhi syarat-syarat; berbicara harus yang benar, tekad yang benar, pikirang yang benar, pekerjaan, hidupnya sederhana, watak yang benar, jujur dan Suji (Ikhlas).

Keyakinan (kepercayaan) Hindu, yang disebut Trimurti atau bentuk sifatnya Allah itu :
1. Brahmana sifat yanng menciptakan Jagat Raya dan umat;
2. Whisnu sifat yang menggerakkan semua yang tercipta;
3. Shiwa, sifat yangn merusak semua yang tercipta, yaitu kalau diteliti sifat Allah yang Irodat dan Qodrat yang dimilliki manusia terdapat keadaan hidup, berkeluarga dan matinya.
Jadi Trimurti tadi untuk tanda saksi, kekuasaan Dat yang wajib tadi untuk kehidupan manusia, hewann tumbuh-tumbuhan, bakteri, Jin; tidak kekal (tidak abadi) tetapi Dat yang berkuasa tadi kekal (abadi).

Ajaran Budha tentang Nyuiji terhadap Allah azas abadi itu umpama diteliti dengan ajaran Islam tepat sekali; tidak salah, yaitu bahasa Arab bahasa Tauhid (ketuhanan Theologi) keterangan seperti ini; kata Tauhid dari kata hitungan Wahid (satu), lalu menjadi At’tauhid menjadi ilmu Tauhid. Wahid bahasa jawa, kalau Sunda Ngawahid, bahasa Indonesia mewahid, karena bahasa Arab menjadi menjadi Tauhid, artinya menyatukan (menyatu dengan Dat tadi). Begitupun ajaran Sariah Islam menyatukan dengan Allah, bukan menduakan Tuhan (Syirik) dan At’tauhid ilmu yang menyatakan tentang ketuhanan, ilmu tentang mengupas sifat-sifat Allah yang lengkap.
Keterangan dalam Wirid, kata menyatu (menghusyukkan – Arabnya) menyatu dengan yang satu (unversalisme – Budha) menghilangkan perasaan lebih dari satu (husyuk – Arabnya) itu hilang dari perasaan. Jadi ilmu Tauhid itu suatu ilmu menyatu dengan Dat Allah wajib adanya atau ilmu yang mengatur cara-cara menghilangkan perasaan, pikiran yang bekerja sendiri-sendiri (individual) supaya merasa dirinya sendiri (universal – Budha). Begitu pula yang penting, ilmu yang menerangkan cara untuk menyucikan diri dengan Dat yang maha kuasa dengan cara membuktikan dengan rasa menyatunya umat-umatnya dan Tuhannya (Chaliq dan Umatnya). Lalu tidak hanya pengetahuan (cara berfikir) pasti harus membuktikan dengan Meditasi, Yoga (Semedi). Umpama saya yakin betul dengan Dat Allah tidak pisah dengan kita (manusia) itu termasuk masih dalam pengertian (pengetahuan) harus kita buktikan dengan jalan atau ilmu; semedi, Tafakur, Yoga, Meditasi, yang penting menuju ketuhannya.
Tuhan itu tidak bisa dijangkau, Dat yang tidak bisa dijangkau itu disebut Tarikat, keterangannya sebagai berikut :
Kita harus berguru, membaca buku tentang ketuhanan, maksudnya pengetahuan yang menggunakan pikiran, akal bisa dikatakan ahli kitab. Ahli-ahli kitab itu Tarikat, walaupun berhenti dipengetahuan, jadi kalau disuruh membuktikan tidak bisa, lalu Tarikat tadi harus menjalani dulu sebelum Ma’rifat, sebab Tarikat disebut kaya pengetahuan, menuju cerdasnya pikiran (perasaan) umpama nanti bisa mencapai Ma’rifat tidak bisa ditipu. Hidup bergerak-gerak kalau sudah bisa menyingkirkan perasaan yang bermacam-macam menjadi aku (ingsun-Jawa) yang satu sebenarnya, baru nama tingkatan yang kita lalui belum ada apa-apa, masih jauh. Bila memakai perasaan sendiri atau aku satu itu tadi masih merasakan. Sempurnanya tujuan harus melalui Ma’rifat.

Animated Pictures Myspace CommentsAnimated Pictures Myspace Comments