Hakekat Ilmu Sejati

Hakekat Ilmu Sejati

A. Pendahuluan
Kehadiran Agama Islam di dunia yaitu membawa rahmatan lil alamin, kehadirannya untuk menciptakan perdamaian dan untuk menjaga kelestarian alam semesta ini. Agama Islam justru bukan untuk dijadikan alat memecah-belah umat. Karena kata atau istilah Islam secara term mempunyai arti Selamat, dalam arti yang luas. Dan Islam mempunyai misi untuk menyelamatkan umat manusia dari ketidakadilan, kesewenangan, kebiadaban, kezholiman, keserakahan dan sebagainya. Jadi Islam bukan agama yang membawa kekerasan, tetapi agama yang membawa cinta kasih.
Hakekat orang Islam berarti orang selamat, baik di dunia maupun di akherat, sudah tidak lagi merasakan, sengsara, derita, susah, takut, gelisah dan sebagainya. Sementara dalam pemahaman umum bahwa orang Islam adalah orang yang baru masuk Islam , cukup hanya mengucapkan dua kalimat Sahadat, maka orang itu sah jadi orang Islam.
Pemahaman ini terlalu sempit, sebab pengertian Islam adalah Selamat, dan secara hakikinya orang yang baru mengucapkan dua kalimat Sahadat itu masih Calon Islam, bukan orang Islam, sebab orang itu belum Selamat, nyatanya masih mengalami susah, derita, takut dan gelisah. Selama manusia itu masih merasakan susah, sengsara, gelisah dan takut berarti manusia itu masih belum benar menjalankan Iradat dan KodratNya.
B. Beriman
Untuk menuju Selamat, maka kita harus beriman terlebih dahulu, beriman berarti percaya kepada Tuhan . Bagaimana caranya, mari kita kaji berdasarkan : “ Man arofa nafsahu faqud arofa robbahu “ Kenalilah dirimu niscaya akan mengenal Tuhan. Makna ini sangat dalam sekali , artinya kita harus mengenal jati diri kita agar kita Haqulyakin ( Keyakinan yang sebenarnya yang sudah dibuktikan dan dirasakannya )bahwa Allah SWT memang Maha Ada, Maha Kuasa, Maha Mulia, dan Maha Segalanya
Beriman yang benar yaitu dapat membuahkan hasil yang baik, saat ini juga dapat kita nikmati buahnya. Karena ada orang yang mengaku telah beriman, tetapi disaat orang itu mengalami kesusahan, orang ini suuzon / berperasangka buruk terhadap sesama makhluk bahkan suuzon kepada Allah SWT, menganggap yang dideritanya, dikarenakan oleh Allah SWT. Orang seperti ini sudah keluar dari makna beriman, karena beriman kepada Allah SWT berarti kita harus selalu ikhlas dan sabar menerima ujian dan cobaan hidup.
Mari kita mencoba introspeksi diri, bahwa kehidupan ini berada di dalam Hukum Sebab – Akibat, Aksi – Reaksi, Hukum Kepastian / Alam. Sebab Allah SWT berada di dalam sebab dan akibat atau Hukum Sunatullah, disinilah Allah SWT memperlihatkan KuasaNya. Segala apa yang kita lakukan baik positip maupun negatip, cepat atau lambat kita akan menuainya atau kita akan memetiknya sesuai dengan apa yang kita tanam bibitnya di kehidupan sekarang ini. Jadi segala sesuatu yang menimpa diri kita, sesungguhnya berasal dari perbuatan diri kita sendiri.
Untuk itulah di dalam setiap kita mengevaluasi atau mengintrospeksi diri, kita harus bisa membedakan Nasib dan Takdir. Secara hakekatnya Nasib itu berasal dari tindakan yang mengandalkan pemikiran yang berasal dari ide pikiran kita sendiri, kita terlalu percaya terhadap kemampuan otak kita yang terbatas. Karena egonya yang menonjol, maka segala niatnya selalu untuk kepentingan diri sendiri, yaitu : keinginannya hanya untuk kesombongan, kekuasaan, jabatan, kekayaan dan sebagainya.Tetapi ketika keinginan ini tewujud lalu berakibat buruk terhadap dirinya, orang ini baru menyadari perbuatan ini hasil dari kemampuannya yang terbatas.
Sedangkan hakekat Takdir yaitu segala tindakannya selalu melibatkan ide Allah SWT, selalu ketergantungan dengan kemampuan yang tiada terbatas, setiap niatnya selalu dikarenakan untuk pengabdian dirinya terhadap Allah SWT ( Lillahi ta’Allah ), sehingga perbuatannya dapat menyelamatkan manusia dari keserakahan, kesewenang-wenangan dan segala egoisme atau nafsu dunia. Dan secara tidak langsung orang ini sudah menjalankan peraturan atau kehendakNya ( IradatNya ). Maka orang ini dijamin secara otomatis mendapat perlindunganNya ( KodratNya ) yang abadi. Dan setiap ucapannya selalu terbukti dan pasti.
Digambarkan sebagai Logam Mulia atau Mahkota yang berlogam mulia, artinya manusia yang mulia adalah manusia yang selalu menjalankan irodat Nya / kehendak Nya. Karena manusia yang masih mengandalkan kemampuannya sendiri yang terbatas, maka dia akan menemukan jalan buntu.
Berusahalah untuk tidak berusaha , karena bila kita masih berusaha berarti kita masih jauh dari sampai, biarkanlah Allah SWT yang mengendalikan diri kita serahkan kepada Kekuasaan Allah SWT yang tiada terbatas, Kekal Abadi, berlaku sepanjang jaman, bersifat universal tidak membeda-bedakan, ditolak atau diterima Dia selalu berada dalam KebesaranNya,
Manusia yang berkualitas adalah manusia yang tidak bisa berbuat apa-apa , karena gerak kehidupannya selalu mengikuti kehendak Allah SWT , otomatis Kuasa Nya selalu melindunginya setiap detik. dan kemanusiaannya telah hilang yang ada hanya sifat ilahiah, memang secara lahiriah manusia itu yang bekerja, padahal Allah SWT yang bekerja, sehingga manusia itu dalam bersikap, bertindak dan berbicaranya selalu Benar dan Mulia. Ibarat sebatang besi bila dibakar , maka besi itu akan panas, artinya sifat besi itu sudah diambil alih oleh sifat panas.
C. Beribadah
Beribadah bukan berarti kita selalu melakukan ritual menjalankan Sholat 5 waktu dalam sehari saja ( Sholat 5 waktu mempunyai arti Hubungan manusia dengan Allah bersifat pribadi / Hubungan Vertikal, tidak bisa diwakilkan dalam menjalankannya, sifatnya masih belum diaplikasikan, hanya bersifat pribadi ) tetapi lebih dari itu kita diwajibkan untuk beramal soleh / Hubungan horizontal atau ibadah yang diaplikasikan dalam bentuk nyata dan langsung bermanfaat bagi sesama makhluk ciptaanNya yaitu setiap detik terus – menerus tanpa putus selalu berbuat, bertindak, berucap selalu karena Allah SWT ( Lillahi ta’Allah ), dengan mewujudkan pengabdian diri kita untuk menciptakan perdamaian, saling kasih sayang dan menjaga kelestarian bumi ini dari kerusakan akibat ulah manusia yang lupa diri atau mabuk ( padahal belum minum minuman keras sudah mabuk ) dari nafsunya untuk mendapat kekuasaan, kekayaan, dan sebagainya.
Beribadah berarti kita menyadari bahwa hidup di alam semesta ini berada di dalam peraturan Pemerintahan atau Kerajaan Allah SWT, peraturanNya berlaku disemua bidang kehidupan, peraturanNya berlaku setiap detik hingga tiada batas akhir. peraturanNya berlaku kepada semua makhluk di alam semesta ini, peraturanNya tidak mengenal Raja, Presiden, Hakim, Polisi, kaya, miskin, tua, muda, agama, suku, dan sebagainya, semuanya wajib mentaati peraturanNya, bila mereka melanggar pasti akan terkena akibatnya sendiri. Apalagi yang merasa menandingiNya, seolah-olah semua miliknya, kuasanya, dan sebagainya.
Seharusnya semua bangsa-bangsa di dunia patuh dan tunduk kepada peraturan yang diciptakan oleh Allah SWT, jadi bukan peraturan yang diciptakan oleh manusia, karena benar dan salah menurut sudut pandang manusia, masing-masing merasa paling benar.
D. Kebenaran
Kebenaran yang diperdebatkan dan diadu argumentasikan, sebenarnya sudah melibatkan iblis / syetan. lalu disetujui oleh orang banyak, belum tentu menjamin dan dapat bertahan lama, walaupun hasil akhirnya mendapat pilihan dengan suara terbanyak, tapi hakekatnya mereka tidak bisa dipersatukan, karena masing-masing merasa paling benar, maka hasilnya hanya bertahan dalam kurun waktu terbatas.
Justru kebenaran Tuhanlah yang tidak bisa dibantah atau diperdebatkan, bila kita kembalikan persoalan itu kepada Yang berhak Maha SegalaNya, tentu kita sudah pasti tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut kita, karena sudah menjadi satu kata atau bersinergy tanpa ada kecurigaan satu sama lainnya dan tanpa ada rekayasa atau berpura-pura atau basa-basi. Seperti kita sedang bercinta dengan isteri kita, pasti tidak ada kata satupun yang keluar, tapi action yang sama-sama merasakan nikmat yang luar biasa, tidak ada kata perdebatan, tapi kenikmatan.
Ciri Kebenaran sejati yaitu bersifat universal, tidak membeda-bedakan, tidak memihak, tidak memusuhi / memerangi, diterima atau ditolak, dihina atau dicaci, dijegal atau dihambat Dia selalu tetap berada dalam KebesaranNya. HukumNya berlaku sepanjang jaman. Ibarat Emas walaupun berada di dalam Lumpur atau kotoran, ia tetap menjadi Emas.
Kita tidak bisa berbuat apa-apa, tidak punya apa-apa, bahkan nyawapun kita tidak punya sebab ketika nyawa kita diambil oleh Allah SWT, maka harta, isteri, anak-anak yang kita cintai, jabatan , kekuasaan dan berbagai macam yang sudah kita capai dengan susah payah, ternyata semuanya itu kita tinggalkan, hanya amal soleh yang bisa menyelamatkan kita dari Keadilan Tuhan.
Pada kenyataan ini, kenapa NKRI hancur ?? . jawabnya sudah pasti belum beriman secara benar. Banyak para pejabat dan masyarakat pada umumnya merasa beriman tapi dalam kenyataannya masih diliputi dan mengalami perasaan gelisah takut hilang uangnya, takut hilang mobilnya, takut miskin, takut jabatannya digeser, dan sebagainya. Ini semua karena salah menempatkan diri sebagai hamba, kita merasa ini kepunyaanku, aku sudah berjuang dengan susah payah, jadi aku berhak kekayaan ini milikku, orang lain tidak boleh memilikinya. Aku sudah bersusah payah mendapatkan kekuasaan ini, jadi aku bebas melakukan kekuasaanku.
Ini kenyataan yang terjadi, sehingga posisi kita sebagai sesama hamba telah terlupakan, karena manusia banyak yang mengaku : “ Ini milikku “, Ini punyaku “ “ Ini aku Hakim, Ini Aku Polisi, Ini Aku Pimpinan, dan sebagainya, sehingga banyak yang lupa diri menganggap dengan jabatannya, hartanya, kekuasaannya bebas melakukan apa saja terhadap hambaNya yang hidup serba kekurangan.
Seandainya manusia di dunia tidak mengaku ini milikku , tapi ini Milik Allah SWT, manusia hanya boleh menggunakan untuk kepentingan bersama, mungkin betapa indahnya dunia ini, damai dan sejahtera . Karena hanya Allah SWT yang berhak mengaku “Ini milikKu “, Ini punyaKu “, Ini HukumKu, “ Ini HartaKU,” Ini KuasaKu, dan sabagainya.
E. Landasan Hakiki
Di dalam kita mengimplementasikan peraturan / kehendak ( iradat )Allah SWT, maka kita harus melakukan suatu langkah-langkah yang berlandaskan pada :
1. Bismillahirrohmanirrohim
2. Lahaullah Walla Quwata Illa Billahil Aliyil Adzhim
3. Lillahi ta’allah
4. Innallillahi Wainailaihi Rojiun
F. Aplikasi
1. BISMILLAHIRROHMANIRROHIM
1. Bismillahirrohmanirrohim yang artinya “ Dengan nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang “ . secara hakikinya bahwa disaat kita sudah berada di dalam namaNya dan keberadaaNya berarti kita sudah selalu besertaNya dan secara otomatis kita pasti Selamat.
2. Bismillahirrohmanirrohim mempunyai arti yang sangat dalam dan mempunyai arti menjadikan “ Kun Faya Kun “, bagi manusia yang sudah mengerti tentang hakekat hidup dan menjalankan Iradat dan KodratNya, maka manusia ini berhak mengucapkan Bismillahirrohmanirrohim, seketika itu pula “ Jadi , maka Jadilah “.
3. Manusia ini dalam kehidupannya selalu berada di dalam PerlindunganNya, setiap detik saja lengah dari peraturan atau kehendakNya , detik itu pula terputus dari KuasaNya.
4. Manusia ini tidak lagi merasakan sakit, derita, susah, sengsara dan sebagainya, manusia ini selalu berada dalam keikhlasan dan kesabaran. Maka walaupun senjata yang super canggihpun yang ada di dunia tidak akan dapat menyentuh tubuh dan jiwa dan prinsip hidupnya.
5. Manusia ini selalu menjalankan Iradat ( KehendakNya )dan KodratNya ( KuasaNya), baginya kehidupan ini baik sekarang maupun di akherat merupakan hidup di dalam KerajaanNya atau PemerintahanNya yang harus tunduk dan patuh kepada Raja di Raja yaitu Allah SWT, karena peraturan yang berlaku di dalam hidup hanyalah peraturan yang kekal abadi berlaku sepanjang jaman yaitu peraturan yang diciptakan oleh Allah SWT.
2. LAHAULLA WALLA QUWWATA ILA BILLAHIL ALIYIL ADZHIM
1. Lahaullah Walla Quwata Illa Billahil Aliyil Adzhim artinya : “ Tiada daya upaya kecuali kekuatan Allah “, hakikinya yaitu manusia tidak mempunyai apa-apa, tidak ada yang pandai di dunia, tidak ada yang berkuasa di dunia, tidak ada yang kaya di dunia, tidak ada yang bisa menghukum atau mengadili manusia kecuali Allah SWT.
2. Jangan merasa bisa , hanya Allah SWT yang bisa, bagi manusia yang merasa punya, sesungguhrnya manusia itu tidak punya apa-apa, hanya Allah SWT yang punya Segalanya. baik Nyawa, harta, kekuasaan, maupun peraturan kehidupan, dsb milik Allah SWT. Dalam bahasa Jawa yaitu Ojo Rumongso Biso , Biso Ojo Rumongso. Jagad Suwung
3. Bagi manusia yang merasa mempunyai Hak, sesungguhnya manusia itu tidak mempunyai Hak, hanya Allah SWT yang mempunyai Hak Mutlak
4. Manusia tidak berhak menilai dan memvonis sesama makhluk, hanya Allah yang berhak menilai dan memvonis makhlukNya yang bersalah, karena penilaian manusia sangat terbatas, manusia tidak tahu rencana Allah SWT dibalik peristiwa atau kejadian dalam kehidupan manusia.
5. Di alam akherat nanti, yang pertama diadili adalah Hakim, Polisi dan manusia-manusia yang berkuasa sewenang-wenang, karena mereka selama di dunia melakukan tindakan yang menghukum sesama manusia, padahal Yang berhak mengadili manusia hanyalah Allah SWT semata, manusia tidak berhak memvonis dan menghukum. Mereka langsung dijebloskan ke dalam api neraka jahanam.
3. LILLAHI TA’ ALLAH
1. Lillahi ta’ allah artinya : hanya bersandar kepada Allah semata, hakikinya : segala tindakan, perbuatan, sikap dan ucapan kita selalu hanya bersandar kepada Allah semata, sehingga kita di dalam menjalankan hidup dan kehidupan ini baik di kala suka dan duka, susah dan senang selalu ikhlas dan sabar menerimanya.
2. Kita selalu melibatkan Allah dalam setiap perbuatan kita, artinya kita dalam setiap detik selalu menjalankan iradat dan kodratNya.
4. INNALILLAHI WAINAILAHI ROJIUN
1. Innallillahi Wainailaihi Rojiun, artinya : “ Sesungguhnya segala sesuatu berasal dari Allah SWT dan akan kembali kepadaNya “ hakikinya : Ketika kita menjalankan kehidupan ini, selama kita masih mempersoalkan materi atau jasad lahiriah, seperti : Jabatan, Kekuasaan, Kekayaan, dan sebagainya, sesungguhnya itu semua tiada yang abadi / kekal, semuanya akan hancur.
2. Hanya Allah Yang Maha Wujud, semua ciptaanNya bersifat Maujud / fana. Yang ada Hanya Allah SWT. Janganlah kita terpedaya oleh permainan dunia yang sifatnya sementara. Kita meninggal duniapun tidak ada yang kita bawa. Semuanya hanya barang titipan belaka , baik nyawa kita maupun harta , isteri dan anak-anak kita.
BAB II
DZAT MUTLAK
Inna lillahi wa Inna Illaihi Roji’un {Al Baqarah:156}
A. Dzat Mutlak yang bersifat Esa tidak mungkin adalah sebagai ciptaan Tuhan yang keberadaannya disamping Tuhan, oleh karena dengan sendirinya akan hilang KeEsaan Tuhan itu sendiri, maka dari itu Dzat Mutlak adalah Dzat Mutlak, yaitu tiada duanya, Esa yang berarti satu-satunya, TUHAN.
Dzat Mutlaknya Tuhan adalah sebab pertama dari semua keadaan dan kejadian. Wujud yang tak memiliki sebab sendiri.
Benda yang masih dapat disaksikan secara kasat mata adalah merupakan benda NYATA. Sementara yang sudah berujud molekul yang tak lagi dapat disaksikan dengan mata telanjang namun masih dapat dilihat dengan menggunakan alat, seperti mikroskop misalnya, dapat disebut sebagai benda THEORETIST karena cukup bukti bahwa mereka itu ada. Sementara jika kita melihat kapal bisa bergerak karena tiupan angin pada layarnya berhasil mengarungi samudera nan luas, maka hal ini dapat disebut sebagai HYPOTHESIC karena kita tak dapat bisa melihat warna angin dan juga warna air samudera, hanya keadaan menurut duga dan prasangka mesti banyak ilmu yang membahasnya disana.
Sementara DZAT MUTLAK hukumnya adalah wajib ada karena tidak akan mungkin ada kejadian atau keadaan apabila tak ada yang menjadikannya pangkal kejadian tersebut. Sebabnya tentu tidak lain adalah Yang Maha Pertama.
Benda-benda paling kecil yang masih dapat dilihat dengan mata kepala, memiliki garis tengah dari beberapa mikron (1 mikron = 0,001 milimeter). Molekul-molekul dan atom-atomElectron-electron tidak mungkin dapat ditangkap dengan alat pengelihatan apapun karena sangat kecil, jauh berjuta-juta lebih kecil dibanding molekul dan atau atom tersebut diatas. mempunyai garis tengah yang berbeda-beda tergantung dari jenisnya, akan tetapi ukurannya pasti juga sangat kecil.
Sementara Dzat Mutlak tersusun oleh titik-titik yang tak memiliki bagian.
Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tiap keadaan yang memiliki bagian, sekecil apapun bentuknya pasti masih dapat diperbesar dengan alat (mikroskop). Definisi tersebut juga dapat dibalik bahwa Tiap keadaan yang masih dapat diperbesar dengan alat (mikroskop) itu berarti bahwa keadaan tersebut memiliki bagian. Kesimpulannya adalah, bahwa titik yang tidak mempunyai bagian tidak akan mungkin dapat diperbesar dengan menggunakan alat pembesar apapun. Titik yang demikian adalah titik takterhingga kecilnya dan tak akan dapat dilihat dan dibuktikan oleh kita manusia ini. Tasawuf Islam menamakan demikian dengan sebutan “Noqtah Ghaib” (titik tersembunyi), atau juga sering dinamakan sebagai Djauhar Awal yang bisa dimaknai sebagai keadaan yang sangat halus sebagai awal dari semua kejadian (Jawa: Purwaning Dumadi), dinamakan juga sebagai Djauhar akhir (kepada Siapa semua yang nyata dapat kembali)
Oleh sebab Noqtah Ghaib tidak dapat disaksikan oleh kita umat manusia dengan menggunakan alat dan cara apapun jua, maka Noqtah Ghaib bisa disebut sebagai sesuatu yuang Nafi (Negative).
Lambang nafi adalah 0 (angka enol), mengandung arti bahwa sesuatu yang tak terhingga kecilnya, sedangkan Maha-ruangan yang terisi penuh dengan titik-titik yang tak terhinga kecilnya dan tak memiliki batas (bisa dikatakan sebagai tak terhingga besarnya) diberikan lambang ∞ (tak terhingga).

B. Tak ada satupun lambang dari ilmu matematika (hitung) terdapat dialam. Tidak pernah lambang-lambang ini karena bertaburan diangkasa. Angka enol sampai dengan sembilan, sinus, cosinus, tangen, cotangen, diferensial dan integral, skalar dan vektor, dan lain sebagainya. Tak ada bertebaran lambang-lambang tersebut diambilnya awal dari alam. Selain itu lambang – lambang tersebut tak dapat diubah-ubah lagi.Tetap dan abadi, benar dan pasti, tak hanya asal berdasarkan tangkapan panca indera.
Sehubungan dengan hal tersebut Agustinus pernah mengatakan bahwa paham-paham matematika sebagaimana tanggapan tentang Yang Maha Tinggi adalah diatas daya pikir otak, Ratio (Buddhi). Untuk pembuktian tentang adanya Tuhan dengan pasti dan lebih pada tempatnya ialah pada saat kita menggunakan paham ilmu matematika ini.
Seperti telah dibuktikan semua keadaan berasal dari Dzat Mutlak yang tiada lain adalah wujud dari Tuhan itu sendiri.
Sudah di tuliskan sebelumnya bahwa Dzat Mutlak terdiri dari dari titik-titik yang tak memiliki bagian, dan oleh karenanya merupakan titik-titik yang tak terhingga kecilnya berlambangkan angka enol (0), sedangkan jumlah dari titik yang mengisipenuh seluruh ruangan diberikan tanda tak terhingga (∞).
Dengan lambang tersebut dapat kita buktikan berdasarkan ilmu matematika, bahwa keadaan dari butir aether sampai dengan semesta alam ini, tersusun oleh titik-titik yang tidak memiliki bagian itu tadi. Sebagai contoh suatu keadaan kita berikan angka dua (2). Apabila angka dua tersebut kita bagi dengan angka pembagi yang semakin lama semakin mengecil sampai dengan angka pembagi terkecilnya adalah angka enol (0), maka yang akan diperoleh adalah hasil dua(2). Ilustrasinya adalah sebagai berikut:
2 : 3 = 2/3
2 : 2 = 1
2 : 1/2 = 4
2 : 1/1 000 000 = 2 000 000
2 : 0 =
Pada perbandingan diatas dapat kita lihat bahwa semakin kecil pembaginya , maka akan diperoleh hasil bagi yang semakin besar. Angka enol disini merupakan lambang dari sesuatu yang paling kecil. Apabila dua suku dari perbandingan yang terakhir tadi kita gandakan dengan enol, maka kita akan memperoleh:
0 x (2 : 0) = 0x ∞
2 = 0x ∞
Di kiaskan atas keadaan berarti bahwa tiap-tiap keadaan tersusun oleh titik-titik dari Dzat Mutlakyang tak memiliki bagian dan tak terhingga banyaknya.
Ruangan yang tak berbatas terisi penuh dengan Dzat Mutlak . Oleh sebab itu sebelum Tuhan mengadakan segala sesuatunya menjadi ada. Maha Ruangan isi bukankah telah di isi oleh Tuhan Yang Maha Esa semata…?!!
Dapat dikatakan dengan bahasa lain, bahwa Ruangan yang demikian juga bisa dinamakan Samudera Tauhid Yang Tak Berpantai. Siapa yang terapung-aung didalam Samudera ini tak boleh memungkiri tentang paham adanya Tuhan. Kepercayaannya hanya satu ialah percaya tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai sebab pertama dari adanya semua yang ada.
Manusia tersusun dari beberapa alat tubuh yang sering disebut sebagai Organ, dan alat-alat tubuh ini tersusun dari jaringan-jaringan, Sementara jaringan-jaringan itu sendiri terdiri dari sel-sel yang terbagi lagi kedalam molekul-molekul. Kedalam bagian molekul masih bisa kita dapatkan beberapa bagian atom yang didalamnya terdiri dari beberapa bagian photon, electon serta neutron yang mengandung unsur butir-butir aether dan terakhir setelah itu bagian terkecilnya adalah jasad-jasad paling kecil yang tak mampu terbagi lagi dalam pengeliatan kita umat manusia.
Nah, titik-titik Dzat yang tak memiliki bagian in mungkin sama dengan apa yang dimaksud dalam Tasawuf Islam dengan Noqtah Ghaib atau lebih dikenal dengan sebutan Djauhar Awal. Atau juga bisa dikatakan sebagai absolute subtantie dalam bahasa bulenya.
C. Hakekat dari Noqtah Ghaib dan Dzat Mutlak
Jasat-jasat yang terkecil namun masih mampu dilihat oleh kasat mata dapat kita peroleh dengan cara menumbuk atau menghancurkan bermacam keadaan benda yang keras baik itu secara mekanik ataupun manual. Butir-butir dan bulir-bulir kecil ini serba ganda jenisnya, sama banyaknya dengan keadaan didalam dunia kita. Keadaan tersebut disebut Pluralistis. Demikian pula seperti keadaan molekul-molekul yang terdiri dari bebrapa banyaknya atom tersebut diatas juga dinamakan sebagai keadaan Pluralitas.
Bagian-bagian atom terdiri dari tiga jenis jasat-jasat kecil, Proton Electron dan Newtron yang masing-masing memiliki muatan Positive Negative dan Neutral. So bagian-bagian dari atom tersebut selalu serba tiga.
Elektron-elektron yang bergerak dengan kecepatan 100 000 KM perdetik akan berubah menjadi gelombang sinar yang bagian-bagiannya dinamakan Photon-photon tergantung dari panjangnya gelombang. Gelombang sinar ini menjelma sebagai sinar berwarna. Sedangkan runtuhan Photon dinamakan Aether.
Aether selain menjadi bahan photon-photon juga menjadi bahan-bahan Electron yang bermuatan negative dan Proton yang muatannya Positive, Sedangkan Neutron adalah proton yang kehilangan muatan positive.
Sehubungan dengan hal tersebut maka sebenarnya atom terdiri daeri dua bagian yaitu Proton dan Elektron. Sedangkan Neutron mula-mulanya juga proton.
Dengan keterangan ini maka sebenarnya dapat ditarik kesimpulan bahwa eather sebenarnya hanya ada dua jenis, yaitu aether yang menyusun Proton dan aester yang menyusun elektron. Untuk itu aether selalu serba dua (dualistic0.
Menurut Einstein, alam semesta yang terbatas dan mempunyai bentuk bulat terdiri dari bulatan aether yang serba dua ini.
Karena semesta alam mempunyai batas dan bentuk, denga sendirinya dia bukan Tuhan.Pun untuk membentuk alam semesta ini Tuhan harus menggunakan bahan, dengan lain-lain kata butir-butir aether. Dengan kata lain butir-butir Aester dapat dibagi-bagi kedalam bahan-bahannya . Oleh karena aether sudah merupakan keadaan yang serba dua, maka aether harus terdiri dari butir-butir yang terakhir, oleh karena diatas aether tidak ada lagi ciptaan Tuhan. Butir-butir yang terakhir berarti adalah butir-butir yang tak dapat dibagi-bagii lagi, yaitu butir butir yang tak mempunyai bagian, jumlahnya dinamakan Dzat Mutlak (Absolute Substantie) atau intisari dari segala yang ada. Dzat Mutlak meskipun kita tak bisa buktikan dengan jalan apapun jua, namun keberadaannya tak bisa disangkal karena semua keadaan yang nampak ini harus ada materialnya sebagai dasar pembikinannya. Pikiran manusia tidak akan pernah merasa puas apabila semua keadaan tidak terjadi dari satu bahan saja. Aether yang terdiri dari titik-titik Dzat Mutlak kehilangan dua tujuannya dan menjadi bahan dari semua keadaan yang adanya hanya satu, ialah Dzat Mutlak yang serba Esa(Monistis).
Keadaan aether sebelum runtuh menjadi Dzat mutlak bisa diibaratkan sebagai dua gelas yang terbuat dari satu macam bahan tetapi bentuknya berbeda karena berlainan tujuan pembentukan dalam penggunaannya, misalnya yang satu untuk tempat/vas bunga dan yang satunya lagi digunakan sebagai sarana tempat air minum kita.
Apabila kedua alat ini kita remukkan bersama sampai berujud bubuk, maka kita tak akan mampu membedakan lagi pecahan-pecahannya. Dengan kata lain dapat di jelaskan bahwa dua gelas tadi telah kehilangan tujuannya dan menjadi pecahan-pecahan gelas satu rupa sejenis dan sama sifatnya. Keadaan demikian bukankah juga dinamakan sebagai keadaan serba Satu atau serba Esa.
Bukan kah Sifat Tuhan juga Esa..? Tak ada yang menyerupai ke Esa annya oleh karena KeEsa’an Tuhan dengan sendirinya akan lenyap kecuali yang dianggap Esa tadi merupakan bagian dari Ciptaan Tuhan. Sebab kalau bisa kita telaah semua yang diciptakanNYA selalu terdiri dari dua keadaan yang berlawanan, seperti aether sebagai keadaan pertama CiptaanNYA pun serba dua sifat dan jenisnya.
    Maha Suci Allah yang menjadikan semuanya berpasang-pasangan, yaitu apa-apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan diri mereka sendiri, dan apa-apa yang tidak mereka ketahui.
    (S. Yasiin:36)


    BAB III
    Alam Semesta
A. ALAM SEMESTA adalah bentuk-bentuk semata, GERAK adalah aktivitas, HIDUP adalah SIFAT. Lebih Esoterik lagi : ALAM SEMESTA adalah bentuk atau topeng dari OKNUM atau DIRI, GERAK adalah aktivitas atau kerja dari OKNUM atau DIRI, dan HIDUP adalah SIFAT dari OKNUM.
ALAM SEMESTA adalah aktualisasi dari SANG OKNUM atau SANG DIRI agar dikenal. Semua GERAK adalah kerja SANG DIRI ini, semua HIDUP adalah SIFAT atau HIDUP dari SANG DIRI ini.
ALAM SEMESTA adalah bentuk KUASA SANG DIRI, semua kejadian terjadi karena KEHENDAK SANG DIRI, segala keteraturan/ ketertiban adalah berkat KECERDASAN/ KESADARAN SANG DIRI.
KUASA, KEHENDAK dan KESADARAN adalah HIDUP-NYA SANG DIRI dan muncul, timbul karena “ADA”-NYA SANG DIRI.
Disini adalah sesuatu YANG PASTI dan MUTLAK bahwa ADA-NYA SANG DIRI adalah keharusan MUTLAK.
Untuk menembus Esoterisme Eksistensi mari kita masuk lebih dalam lagi, dengan merubah paradigma atau cara pandang kita. Dengan cara pandang eksoterik yang tampak dan kita saksikan adalah keberagaman, perbedaan-perbedaan dan kejamakan. Bila Anda ubah cara pandang Anda, dengan melihat secara esoterik : Anda akan menyaksikan apa yang sama sekali berbeda dengan apa yang Anda saksikan selama ini, bukankah :
• ALAM SEMESTA adalah bentuk KUASA-SANG DIRI
• Segala kejadian terjadi karena KEHENDAK-SANG DIRI
• Tertib/ teraturnya ALAM SEMESTA berkat KESADARAN/ KECERDASAN-SANG DIRI
• Segala GERAK adalah AKTIVITAS/ PERBUATAN/ KERJA-SANG DIRI dan
• HIDUP adalah SIFAT HAKIKI-SANG DIRI.
Dengan penuh kesadaran terdalam, segala yang kita saksikan dengan mata dan hendaklah ditanggapi dengan pandangan terdalam bahwa :
• Segala eksistensi eksoterik (ALAM SEMESTA) hanyalah KUASA, KEHENDAK, KESADARAN dari :
SANG DIRI
• Segala GERAK adalah PERBUATAN dari :
SANG DIRI
• Segala HIDUP adalah HIDUP dari :
SANG DIRI
Dengan cara pandang esoterik semacam ini kita akan sadar bahwa segala yang kita saksikan eksist (wujud) selama ini bukanlah eksistensi yang sejati, melainkan eksistensi semu. Semua eksistensi tidak lain adalah bentuk “runtuh simetri spontan” dari Eksistensi SANG DIRI.
“Sesungguhnya Siapakah SANG DIRI –REALITAS MUTLAK ini ?”
Membahas tentang SANG DIRI ada beberapa hal yang dapat kita teoremakan berkenaan dengan-NYA :
Teorema pertama, bahwa : sebelum ada apa-apa atau ketika KOSONG - SANG DIRI sudah ADA terlebih dahulu, tidak ada yang lebih dahulu dari SANG DIRI. DIA-lah YANG AWAL dan tiada berpangkal. Berarti Sang DIRI itu Maha Awal. Without Beginning.
Teorema kedua, bahwa : kondisi sebelum ada apa-apa atau kosong, suatu keadaan yang dapat kita simbolkan dengan numerik O atau NOL. Keadaan tersebut jika dibandingkan dengan apapun yang eksist (maujud) sekarang ini (ALAM SEMESTA) pasti akan menghasilkan sesuatu yang Tidak Dapat Didefinisikan. Penjelasan matematisnya adalah bahwa : “Jika segala sesuatu yang eksist (maujud) sekarang ini (ALAM SEMESTA) kita notasikan dengan X kemudian kita bandingkan/ nisbahkan dengan keadaan Awal dimana Tidak Ada apa-apa atau KOSONG (yang Ada hanya SANG DIRI saja) yang diwakili oleh angka O. Maka, secara operasi aljabar dapat kita nyatakan statement matematisnya sebagai :
X : O = ?
Dan sudah pasti operasi matematis ini akan menghasilkan dengan apa yang dikenal dalam matematika dengan pengertian :
Tidak Terdefinisikan dalam bahasa Jawa disebut dengan “Tan Keno Kinoyo Ngopo”.
Memahami hasil perbandingan antara segala sesuatu dengan O, adalah analog yang tepat untuk memahami Esensi/ Keadaan SANG DIRI yang Tidak Terdefinisikan atau Tan Keno Kinoyo Ngopo. Konklusinya, adalah mustahil untuk mengetahui Keadaan SANG DIRI, karena DIA : Lebih Tidak Terdefinisikan dari Keadaan awal kosmos sekalipun. SANG DIRI adalah Maha Tidak Terdefinisikan. Dan, kalau ditanya SIAPA atau APA-kah sebenarnya SANG DIRI itu ? maka jawaban yang paling jujur, objektif dan benar adalah : ENTAHlah.
Kita semua tidak mungkin mampu mengerti tentang ESENSI atau DZAT dari SANG DIRI. Karena SANG DIRI adalah bukan sesuatu yang bisa diperkirakan oleh akal atau yang bisa dipandang oleh hati apalagi dikenali dengan indra-indra kita. Bahkan SANG DIRI sebenarnya bukanlah sesuatu yang dapat dikenali atau yang pernah dikenali, karena memang : “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia”
Teorema ketiga, bila kita berbicara tentang Dimensi dari SANG DIRI, seperti yang telah kita bahas di muka bahwa sudah pasti Dimensi SANG DIRI melebihi Dimensi ALAM SEMESTA yang Takterhingga. Berarti SANG DIRI adalah Maha Tak Terhingga.
Teorema keempat, SANG DIRI itu eksist atau ADA dengan sendiri-NYA, bukan karena yang lain. Sedangkan eksistensi yang lain hadir karena eksistensi atau ADA-NYA SANG DIRI. Artinya segala sesuatu yang lain (bukan SANG DIRI) tidak akan ada jika Sang DIRI tidak berkehendak untuk mengadakan. Ini berarti segala yang diadakan (ALAM SEMESTA) ini eksist karena Eksistensi atau WUJUD SANG DIRI. Dari sudut pandang esoterik ini, kita dapat mendalilkan bahwa : Pada hakikatnya ALAM SEMESTA tidak ada atau khayal (kosong) dan merupakan persepsi belaka, jika di bandingkan dengan nyatanya Eksistensi atau WUJUD SANG DIRI.
Bukankah segala sesuatu (X) : apapun bentuknya dan berapapun besarnya jika dibandingkan (dibagi) dengan Tak Terhingga sama dengan O. Berapapun besar Eksistensi ALAM SEMESTA ini jika dibandingkan (dibagi) dengan Eksistensi Sang DIRI YANG MAHA TAK TERHINGGA sudah pasti hasilnya adalah O.
Teorema kelima, SANG DIRI itu kekal ADA-NYA artinya Eksistensi dan Esensi-NYA, dahulu-sekarang-kelak adalah TETAP DEMIKIAN tidak pernah dan tidak akan berubah. Semua selain SANG DIRI selalu berGERAK berarti selalu berubah-tidak kekal ada-nya, tidak demikian dengan SANG Diri, DIA Tidak pernah dan Tidak akan mengalami perubahan : SANG DIRI adalah KEKAL.
Teorema keenam, segala sesuatu hanyalah bentuk Kekuasaan dari SANG DIRI, segala sesuatu diliputi oleh GERAK dan HIDUP SANG DIRI oleh karena itu pada hakikatnya : “Segala sesuatu itu diliputi oleh SANG DIRI – Dia meliputi segala ruang, segala waktu dan segala yang bukan ruang dan bukan waktu”. Sebagai gambaran saja, SANG DIRI meliputi segala sesuatu seperti bilangan 0 meliputi segala bilangan, dimana 0 juga mengandung 0, bukankah 0 = 0 + 0. 1 juga mengandung 0, bukankah 1 = 1 + 0. Bilangan N selalu mengandung 0, bukankah setiap N = N + 0. Demikian juga dengan Tak terhingga juga pasti mengandung 0, karena : Tak Terhingga = Tak Terhingga + 0. Jika Sang Diri atau SANG AKU kita simbolisasikan dengan 0 dan segala sesuatu direpresentasikan sebagai N. Maka statement yang dapat kita tuliskan disini adalah bahwa : “SANG DIRI meliputi segala sesuatu sebagaimana SANG NOL meliputi Semua Bilangan”.
“SANG DIRI adalah DZAT dari semua Realitas. Dan DZAT itu adalah SATU Tak Terpisahkan dengan SIFAT-NYA, HIDUP-NYA, PERBUATAN-NYA serta DAMPAK PERBUATAN-NYA. Sehingga Diri kita, ALAM SEMESTA, HIDUP pada Hakikat-NYA adalah SATU dengan DZAT”
B. Menurut hukum fisika yang diketahui, spektrum berkas cahaya yang mendekati titik observasi(pengamat) cenderung ke arah ungu, sementara spektrum berkas cahaya yang menjauhi titikobservasi(pengamat) cenderung ke arah merah. Bilabintang-intangdilangitdiperhatikanmakaakantampakbahwacahayadaribintang-bintangcenderungkewarnamerah. Ini berarti bahwa bintang-bintang ini terus-menerus bergerak menjauh. Pada tahun 1929, astronomer Amerika, Edwin Hubble, yang bekerja di Observatorium Mount Wilson California, mengamati sejumlah bintang melalui teleskop raksasanya, dia menemukan bahwa cahaya bintang-bintang itu bergeser ke arah ujung merah spektrum, dan bahwa pergeseran itu berkaitan langsung dengan jarak bintang-bintang dari bumi. Tapi sebenarnya tak hanya bintang, semua benda-benda langit bergerak menjauhi satu sama lain, bahwa ia terus-menerus mengembang.
Lalu apa arti dari mengembangnya alam semesta? Mengembangnya alam semesta berarti bahwa jika alam semesta dapat bergerak mundur ke masa lampau, maka ia akan terbukti berasal dari satu titik tunggal. ‘Titik tunggal’ ini yang berisisemua materi alam semesta haruslah memiliki ‘volume nol’, dan ‘kepadatan tak hingga’. Dan melalui ledakan titik tunggal bervolume nol ini, terbentuklah alam semesta. ‘Volume nol’ merupakan pernyataan teoritis yang digunakan untuk memudahkan pemahaman. Ilmu pengetahuan mendefinisikan konsep ‘ketiadaan’, yang berada di luar batas pemahaman manusia, hanya dengan menyatakannya sebagai ‘titik bervolume nol’, yang sama artinya juga dengan ’sebuah titik tak bervolume’ yang berarti ‘ketiadaan’. Demikianlah alam semesta muncul menjadi ada dari ketiadaan. Alam semesta mempunyai permulaan.
Hukum fisika juga menyatakan ledakan raksasa akan meninggalkan sisa radiasi yang tersebar merata pada efek yang ditimbulkan dari ledakan raksasa. Pada tahun 1965, Arno Penziaz dan Robert Wilson menemukan adanya radiasi ini yang disebut ‘radiasi latar kosmis’, tidak terlihat memancar dari satu sumber tertentu, akan tetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa. Pada tahun 1989, George Smoot dan tim NASA mengirimkan satelit ke ruang angkasa. Sebuah instrument yang disebut Cosmic Background Explorer (COBE) untuk meneliti radiasi latar kosmis hanya perlu 8 menit, telah membuktikan penemuan Penziaz dan Wilson. COBE telah menemukan sisa ledakan raksasa yang telah terjadi di awal pembentukan alam semesta.
Apa arti dari alam semesta muncul dari ketiadaan? Semua benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian terpisah-pisah melalui suatu ledakan raksasa (big bang). Satu wujud ada tidak mungkin muncul dengan sendirinya. Satu wujud iniada diciptakan dari ketiadaan. Jika permulaan waktu terjadi bersamaan dengan permulaan alam semesta, sebagaimana pernyataan teorema ruang, maka penyebab terbentuknya alam semesta pastilah sesuatu yang bekerja pada dimensi waktu yang sama sekali tak tergantung dan lebih dulu ada dari dimensi waktualam semesta. Dzat pencipta materi dan waktu tapi tidak terikat oleh kedunya. Sang Pencipta !Tuhanadalahnamayang telahsayapilihuntukmenjulukikekuatanyang merupakansumberdannutrisikehidupansemesta. Sesuatu yang memiliki sifat-sifat, maha kuasa, tidak tergantung pada yang lain, tak dibatasi ruang dan waktu, memiliki keinginan yang absolut. DiaadalahSang MahaSpirit Kehidupan.
Siapa wujud yang disebut Tuhan, Allah oleh orang Arab, Elohimoleh orang Yahudi, dan Khudooleh orang Persia? Apa sifat-sifat-Nya? Apa hubungannya dengan kita? Bagaimana cara kita berhubungan dengan-Nya?Menanyakan keberadaan Tuhan adalah merupakan pertanyaan fitrah seluruh manusia yang mempunyai sifat relatif (nisbi). Tuhan yang mempunyai sifat mutlak (absolute) mengetahui akan hal ini, sehingga memberikan jawaban atas pertanyaan hamba-hamba-Nya melalui Rasul-RasulNya dan perantaraan para MalaikatNya lewat kitab-kitab suciNya. Kemanusiaan menusia terletak pada hubungannya dengan Tuhan, karena manusia tidak bisa terpisah dari-Nya. Ruh sebagai penegak jiwa manusia itu sendiri yang melahirkan fungsi pikiran dan perasaan adalah ruh Tuhan. Tanpa memandang efek individual dan sosial yang ditimbulkan dari hubungan manusia denganNya, menuju Tuhan merupakan tujuan dari manusia dan kemanusiaan itu sendiri.
Untuk bisa memahami Tuhan, harus mengerti keterbatasan-keterbatasan konsepsi. Karena menurut perspektif kemutlakan Tuhan tak ada yang bisa mengenal Tuhan kecuali Tuhan sendiri! Karena Tuhan secara mutlak dan tak terbatas benar-benar dzat maha tinggi, sementara kosmos berikut segala isinya hanya secararelatif bersifat hakiki, maka realitas Ilahi berada jauh diluar pemahaman realitas makhluq. Dzat yang maha mutlak tidak bisa di jangkau oleh yang relatif.Kosmos (alam) berhubungan dengan Tuhan melalui sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan Ilahi yang menampakkan jejak-jejak dan tanda-tanda-Nya dalam eksistensi kosmos. Manusia mengenal Tuhan hanya sejauh Tuhan mengungkapkan diri-Nya melalui kosmos. Sifat dan perbuatan secara relatif bisa dirasakan dan difahami “maknanya”. Akan tetapi “Dzat”, adalah realitas mutlak.Dan untuk memahami secara hakiki harus mampu memfanakan diri, … yaitu memahami keberadaan makhluq adalah tiada …
Dalam proses memahami Tuhan, tafakkur, pemusatan fikiran dengan mengulang-mengulang makna suatu keyakinan (dzikir) dan mengosongkan batasan-batasan relatif yang melingkupinya akan menghantarkan pada pengetahuan yang luas tak terbatas dan sulit didapat dalam kehidupan rutin yang terbatas. Sekadar dapat memandang dan menyaksikan ciptaan-Nya tidak lebih dari fase awal yang primitif, yaitu fenomena alam, baik yang kasat mata maupun yang abstrak (ghaib). Pada tatanan fenomena fisik dan psikis, manusia akan mengalami kesamaan perjalanan seperti dapat melihat (kasyaf) yang lebih halus, mampu mengobati dan memiliki kekuatan yang luar biasa, yang itu bisa terjadi baik pada kyai, meditator, pendeta, biksu bahkan penggali spiritual yang atheis sekalipun. Pengalaman-pengalaman ini bukanlah penentu sebuah kebenaran spiritual tertentu. Hal itu seperti perasaan rindu …cinta … sedih … bahagia dan ketenangan yang bersifat universal, yang tidak bisa diklaim sebagai milik kelompok tertentu saja.
Selanjutnya manusia akan berada di luar badan kecilnya, menjadi jiwa yang tidak terikat, mempunyai keluasan wujud dan kemampuan “melihat tanpa bola mata”, “mendengar tanpa daun telinga” dan merasakan keuniversalan jiwa yang tak terbatas olehwaktu dan ruang, menuju rasa kekaguman akan sifat-sifat dan perbuatan Tuhan yang termanifestasi dalam keseluruhan alam semesta. Pada fase kedua ini, perasaan bergejolak, makhlukjatuh cinta pada Khaliknya. Kalau dengan perasaan cinta ini berpindah menuju sang pencipta dapat merasakan kehadiran Tuhan dan sifat-sifat-Nya yang agung, berarti sudah berada pada fase ketiga yang menghubungkan antara perasaan cinta dengan Tuhan. Pada tahapan tertinggi (Al A’raaf), manusia mampu melihat fenomena-fenomena alam dibawah, seperti intuisi yang ditimbulkan oleh halusinasi, fikiran, perasaan, dan getaran gelombang-gelombang pendek, yang dihembuskan syetan dan jin.
Sebab jiwa telah melampaui tahapan-tahapan dari ikatan seluruh alam semesta menjulang menuju yang bukan alam, yaitu Dzat yang Maha Mutlak. Orang yang sampai kepada Tuhan adalah orang yang mampu menangkap ilham-ilham Tuhan dan tidak akan bertentangan dengan perintahNya. Bila ilham-ilham Tuhan yang didapat bertentangan dengan perintah-perintahNya, perlu diwaspasdai bahwa dunia spiritual yang telah dimasuki telah menyimpang dari ketentuan yang benar.Spiritual adalah jiwa Tuhan dalam diri kita. Spiritualitas identik dengan penyaksian Tuhan dalam kemutlakan realitas-Nya yang melampau segala manifestasi dan determinasi atau tauhid (Pengesaan Tuhan).Dari konsepsitauhid, lahirkeyakinankepadawahyudankerasulankarenawahyu dan kerasulan menunjukkan universalitas petunjuk Tuhan. Prinsip petunjuk universal merupakan bagian dari konsepsi tauhid. Karena Tuhan wajib ada sendiri dalam setiap hal dan penciptaan seluruh alam semesta.
Tuhan memperlihatkan firman-Nya dalam wahyu sebagai cara Tuhan untuk berbicara dengan umat manusia.Berdasarkan wahyu yang diturunkan kepada rasul melalui perantara malaikat, Tuhan memandu kehidupan manusia ke jalan yang lurus. Seiring dengan banyak orang yang berubah dan menjadi lebih intelektual, bahasa dan tulisan dilahirkan. Tuhan kemudian menyediakan mereka dengan wahyu tertulis.Kendatipun wahyu merupakan sebuah fenomena, dan fenomena ini berada di luar jangkauan persepsi dan eksperimen langsung manusia, wahyu Tuhan melahirkan dampak yang besar sekali pada pribadi penerimanya, yaitu rasul. Wahyu “mengangkat” rasul ke kebenaran. Wahyu menghidupkan bakat dan kemampuan rasul, dan mewujudkan revolusi yang besar serta mendalam pada diri nabi untuk kepentingan umat manusia. Dengan wahyu rasul memperoleh keyakinan mutlak (haqqul yaqin). Sejarah belum pernah menyaksikan keyakinan seperti keyakinan para rasul dan orang-orang binaan rasul.
Kompilasi wahyu (kitab suci) pada masa rasul dimulai sejak turunnya wahyu dan berakhir sampai wafatnya rasul. Kompilasi wahyu pada waktu itu masih berupa kepingan naskah yang berserakan dan masih belum terkumpul dalam satu buku, karena rasul masih menunggu wahyu yang kemungkinan berisi ayat yang menghapus ayat yang turun terdahulu. Alasan kompilasi wahyu tidak ditulis dalam buku pada masa rasul agar tidak terjadi perubahan pada setiap saat. Kitab suci membutuhkan tuntunan rasul dalam penerapannya (as-sunnah) karena ia sebagai penjelas kitab suci. As-sunnahitu sama seperti kitab suci dari sisi wajib ditaati dan diikuti. Barangsiapa tidak menjadikannya sebagai sumber hukum berarti telah menyimpang dari tuntunan rasul Tuhan. Berdasarkan wahyu rasul-rasul berjuang menentang penyembahan berhala, mitos, kebodohan, pikiran palsu dan tirani menuju pada Tuhan dalam konsep yang benar.
Tuhan yang satu, memiliki wajah berbeda-beda pada masing-masing umat, seperti figure ayah adalah sosok pecinta keluarga dan sosok pejuang keluarga. Tugas rasul, mengembalikan persepsi Tuhan yang satu secara benar (tauhid)Tauhîdmemilikibeberapatahapanyaitutauhîddzâtî, tauhîdsifatîdantauhîdaf’âlîyang salingberhubunganeratsepertimataharidenganpanasdansinarnya. Tauhîddzâtîadalahkeyakinanakanke-esaanTuhansebagaipenciptasegalasesuatu. Tauhîdsifatîadalahkeyakinanbahwasemuasifat-sifatTuhanmerupakandzatTuhanitusendiriyang sifat-sifattersebuttidakmembuatsemacamketersusunandalamdzatTuhan. Tauhîdaf’âlîadalahkeyakinanbahwaseluruhmaujudyang adadialamini, begitujugasegalaaktifitasnyabergantungkepadaTuhanyang mengindikasikan: pertama,manusiatidakakanpernahmendapatkanTuhanyang layakdisembahselainTuhanyang MahaesayaituAllah, kedua, hanyaTuhantempatkepercayaanmanusiasertatempatbergantung.
Puncak tauhid adalah menjalani hidup yang sejalan dengan kehendak Ilahi, mencintai-Nya dengan segenap wujud dan akhirnya mengenal-Nya melalui pengetahuan integratif dan iluminatif yang realisasinya tidak akan pernah dapat terpisahkandari cinta dan kehadiran perbuatan yang benar. Dalam keadaan tauhid mencapai puncaknya kehidupan manusia menjadi sangat spiritual. Dalam kehidupan spiritual, manusiapadahakekatnyatelahmembangunsebuahsurgayang pohon-pohonnyaadalahiman, sungai-sungainyaadalahamal-amalsalehdanbuahnyaadalahkecintaansertakasihsayangTuhan. Surgaitujugalahyang akanmerekadapatinantididalamkehidupansesudahmatidalambentuknyata. Sejakdidunia, orang-orangarifsudahmemperolehsurgaitusecararohani. Setiapamalterusmembekaskanjejak-jejaknyasecaraterselubung. Jejak-jejakituakandituliskanpadahati, wajah, mata, tangan, dankaki yang akandiperlihatkansecaraterbukapadakehidupansesudahmati.
TENTANG SEJATINE SEMAR
MAYA adalah sebuah cahaya hitam.Cahaya hitam tersebut untuk menyamarkan segala sesuatu.
Yang ada itu sesungguhnya tidak ada.
Yang sesungguhnya ada, ternyata bukan.
Yang bukan dikira iya.
Yang wanter (bersemangat) hatinya,hilang kewanterane (semangatnya),sebab takut kalau keliru.
Maya atau Ismaya, cahaya hitam, juga disebut SEMAR artinya tersamar atau tidak jelas.
Di dalam cerita pewayangan, Semar adalah putra Sang Hyang Wisesa,ia diberi anugerah mustika manik astagina, yang mempunyai 8 daya, yaitu:
  1. tidak pernah lapar
  2. tidak pernah mengantuk
  3. tidak pernah jatuh cinta
  4. tidak pernah bersedih
  5. tidak pernah merasa capek
  6. tidak pernah menderita sakit
  7. tidak pernah kepanasan
  8. tidak pernah kedinginan
kedelapan daya tersebut diikat pada rambut yang ada di ubun-ubun atau kuncung. Semar atau Ismaya, diberi beberapa gelar yaitu; Batara Semar, Batara Ismaya, Batara Iswara, Batara Samara, Sanghyang Jagad Wungku, Sanghyang Jatiwasesa, Sanghyang Suryakanta. Ia diperintahkan untuk menguasai alam Sunyaruri, atau alam kosong, tidak diperkenankan menguasi manusia di alam dunia.
Di alam Sunyaruri,Batara Semar dijodohkan dengan Dewi Sanggani putri dari Sanghyang Hening. Dari hasil perkawinan mereka, lahirlah sepuluh anak, yaitu: Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan,Batara Siwah, Batara Wrahaspati,Batara Yamadipati,Batara Surya, Batara Candra, Batara Kwera,Batara Tamburu, Batara Kamajaya dan Dewi Sarmanasiti. Anak sulung yang bernama Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan mempunyai anak cebol, ipel-ipel dan berkulit hitam. Anak tersebut diberi nama Semarasanta dan diperintahkan turun di dunia, tinggal di padepokan Pujangkara.Semarasanta ditugaskan mengabdi kepada Resi Kanumanasa di Pertapaan Saptaarga.
Dikisahkan Munculnya Semarasanta di Pertapaan Saptaarga, diawali ketika Semarasanta dikejar oleh dua harimau, ia lari sampai ke Saptaarga dan ditolong oleh Resi Kanumanasa. Ke dua Harimau tersebut diruwat oleh Sang Resi dan ke duanya berubah menjadi bidadari yang cantik jelita. Yang tua bernama Dewi Kanestren dan yang muda bernama Dewi Retnawati. Dewi Kanestren diperistri oleh Semarasanta dan Dewi Retnawati menjadi istri Resi Kanumanasa. Mulai saat itu Semarasanta mengabdi di Saptaarga dan diberi sebutan Janggan Semarsanta.
Sebagai Pamong atau abdi, Janggan Semarasanta sangat setia kepada Bendara (tuan)nya. Ia selalu menganjurkan untuk menjalani laku prihatin dengan berpantang, berdoa, mengurangi tidur dan bertapa, agar mencapai kemuliaan. Banyak saran dan petuah hidup yang mengarah pada keutamaan dibisikan oleh tokoh ini. Sehingga hanya para Resi, Pendeta atau pun Ksatria yang kuat menjalani laku prihatin, mempunyai semangat pantang menyerah, rendah hati dan berperilaku mulia, yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta. Dapat dikatakan bahwa Janggan Semarasanta merupakan rahmat yang tersembunyi. Siapa pun juga yang diikutinya, hidupnya akan mencapai puncak kesuksesan yang membawa kebahagiaqan abadi lahir batin. Dalam catatan kisah pewayangan, ada tujuh orang yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta, yaitu; Resi Manumanasa sampai enam keturunannya, Sakri, Sekutrem, Palasara, Abiyasa, Pandudewanata dan sampai Arjuna.
Jika sedang marah kepada para Dewa,Janggan Semarasanta katitisan oleh eyangnya yaitu Batara Semar. Jika dilihat secara fisik, Semarasanta adalah seorang manusia cebol jelek dan hitam,namun sesungguhnya yang ada dibalik itu ia adalah pribadi dewa yang bernama Batara Semar atau Batara Ismaya.
Karena Batara Semar tidak diperbolehkan menguasai langsung alam dunia, maka ia memakai wadag Janggan Semarasanta sebagai media manitis (tinggal dan menyatu),sehingga akhirnya nama Semarasanta jarang disebut, ia lebih dikenal dengan nama Semar.
Seperti telah ditulis di atas, Semar atau Ismaya adalah penggambaran sesuatau yang tidak jelas tersamar.
Yang ada itu adalah Semarasanta, tetapi sesungguhnya Semarasanta tidak ada.
Yang sesungguhnya ada adalah Batara Semar, namun ia bukan Batara Semar, ia adalah manusia berbadan cebol,berkulit hitam yang bernama Semarasanta.
Memang benar, ia adalah Semarasanta, tetapi yang diperbuat bukan semata-mata perbuatan Semarasanta.
Jika sangat yakin bahwa ia Semarasanta,tiba-tiba berubah keyakinan bahwa ia adalah Batara Semar, dan akhirnya tidak yakin, karena takut keliru. Itulah sesuatu yang belum jelas, masih diSAMARkan, yang digambarkan pada seorang tokoh Semar.
SEMAR adalah sebuah misteri, rahasia Sang Pencipta. Rahasia tersebut akan disembunyikan kepada orang-orang yang egois, tamak, iri dengki, congkak dan tinggi hati, namun dibuka bagi orang-orang yang sabar, tulus, luhur budi dan rendah hati. Dan orang yang di anugerahi Sang Rahasia, atau SEMAR, hidupnya akan berhasil ke puncak kebahagiaan dan kemuliaan nan abadi.
Kala Rambut Julung : “ Bocah bagus…!!!. Engkau telah memasuki wilayah hak asasi pribadiku dan prameswariku. Engkau tidak punya hak untuk masuk dalam wilayah itu. Jika engkau manusia, tentu paham akan wilayah privasi yang telah aku bangun bersama prameswariku. Jika saja prameswariku sudah berkata seperti itu, maka itu menjadi sebuah sikap dan pernyataanku juga “.
Tiba-tiba Ki Lurah Semar mendekat dan memposisikan diri di depan Sadewa.
Semar : “ Eee…lae…lae…mbegegeg ugeg-ugeg, mhel..mhel..sakdulita. Dewa tidak tau akan dewanya. Ada dewa ngotot berwatak dewa, padahal watak dibawah binatang yang ditampilkannya. Dewa kog mbegegeg ugeg-ugeg, tanpa melihat perilaku dirinya sendiri seperti apa ?. Eee…lae…lae…dewa yang begitu akhirnya hanya akan dapat sedulit watak dewa. Ngger…., sadarlah akan dirimu, sadarlah akan kodratmu, sadarlah akan hak dan kewajibanmu, sadarlah akan tanggung jawabmu. Jika Sang Pencipta yang memiliki karya jagat raya dan seluruh isinya ini, memberi kalian sebuah tugas dan tanggung jawab. Eee…jangan kamu bengkokan menurut kehendak nafsu nista dan asusilamu. Lihatlah ngger…anakku, bagusmu telah hilang menjadi buta dengan rambut gimbal seperti itu. Itu pertanda pola pikirmu menjadi gimbal dan sangat nista. Dan kau ngger…anakku wedok.., ayumu hilang menjadi buta yang rapet pada pakarti yang bersusila. Yang kamu kejar adalah kesenangan dan yang menguntungkan dirimu. Ngger…, lihatlah dengan mata hatimu siapa dirimu dan siapa aku ? “.
Kala Rambut Julung dan Kala Sambang Rapet : “ Duh…rama Ismaya…”
Semar : “ Ngger…kalian berdua telah ditetapkan oleh Sang Pencipta sebagai pengawal ‘ kumara ‘ ( sukma atau jiwa ) untuk menjadi seorang manusia. Tugas dan kewajibanmu adalah itu, hingga calon manusia atau jabang bayi itu lahir menjadi manusia kesatria bagus atau wanita yang ayu. Maka manusia-manusia jawa selalu mengingatmu, ketika jabang bayi dalam usia tujuh bulan di gua garba. Kebagusan dan kecantikanmu di puji dan diharapkan para orang tua tumurun ke jabang bayi yang masih dalam kandungan gua garba ibunya. Jika kebagusan dan kecantikanmu berubah menjadi buta yang bersifat dibawah binatang, lalu bagaimana nasib jabang bayi yang akan lahir nanti ?. Bagaimana jika bayi calon pemimpin masyarakat terilhami dan terbentuk oleh sifat dan watakmu saat ini yang seperti buta itu ?. Aku ini Bapakmu…, tidak pernah ngudang dan mengharapkan kamu seperti ini. Aku sebagai bapak, telah memberikan contoh kepadamu. Aku di beri kodrat turun ke bumi hanya sebagai kawula atau batur, aku terima dengan tulus dan ikhlas. Karena memang begitu kodrat yang aku terima dari Sang Pencipta. Lha kog, kalian anakku malah menginjak-injak kodrat yang diberikan pada kalian. Apa salahku sebagai bapak, hingga kalian telah mencoreng mukaku dengan perilakumu ? Apa salahku sebagai bapak, hingga kalian tinggal dalam gunung dan alas Himawan ini ?. Apa sebabnya, ngger…? “.
Kala Sambang Rapet : “ Aku hanya mengikuti keinginan kakang, kepingin menjadi rajanya dewa “.
Kala Rambut Julung : “ Tidak rama…, diajeng lah yang ingin mendapatkan kesenangan dan keuntungan pribadi, sehingga mendorong aku untuk menjadi raja para dewa “.
Semar : “ Eeee….pantas, jika begitu. Pasti Manikmaya adikku marah akan keserakahan kalian, sehingga kalian dikutuk menjadi seperti ini “.
Sadewa : “ Sebagai seorang anak, walaupun melihat seorang bapak dalam wujud rupa yang jelek sekalipun, seyogyanya kalian sungkem. Mohon maaflah dengan tulus dan ikhlas, tidak ada ciptaan Sang Pencipta yang tidak pernah berbuat salah dan dosa. Sepanjang itu menjadi sadar dan dengan tulus dan ikhlas meminta maaf dengan pernyataan, tentu akan menjadi kautaman bagi siapapun. “
Kala Rambut Julung : “ Satria bagus…, pantas hati dan nuranimu bercahaya..oleh karena ramaku selalu ada disampingmu. Tidak ada ciptaan yang tulus dan sugih budi seperti ramaku ini. Sepanjang masa selalu menjadi batur di ngarcapada, tidak pernah mengeluh capai dan protes akan kewajibannya “.
Kala Sambang Rapet : “ Iya, satria bagus…, ramaku selalu memberi teladan tentang kesusilaan hidup. Hanya aku ingin mendapatkan kesenangan dan keuntungan dalam tugas dan kewajibanku “.
Seketika itu Kala Rambut Julung berubah wujud menjadi dewa / bathara Kamajaya. Sedang Kala Sambang Rapet berubah wujud menjadi dewi / bethari Ratih. Dewa atau Bethara Kamajaya adalah simbol “ kemulyaan hidup manusia “ dan Dewi atau Bethari Ratih adalah simbol “ Kesusilaan hidup manusia
Dewa Kamajaya : “ ngger…Sadewo.., aku dan garwaku Ratih mengucapkan terima kasih, oleh karena budi baikmu aku bisa kembali ke wujud asalku. Semua ini
Tasawuf di samping memberi segi batin dari aspek formal keagamaan itu, juga
memberi visi mengenai arti hidup beragama. Ibn al-Arabi seorang filusof mistik
paling terkemuka, membagi empat tingkat praktek dalam memahami tasawuf, disebut
juga maqom /stasion yaitu:
(1) Syari’ah (segi esoterik hukum-hukum agama),
(2). Thariqah (sebagai jalan mistik),
(3). Haqiqah (mengenai kebenaran), dan
(4). Ma’rifah (gnosis, pengalaman kesatuan dengan Yang Ilahi).
Untuk mencapai maqom2 yang lebih tinggi tentunya harus bener dulu kelakuan-nya
di maqom asalnya. Syari’ah nya gak bener ya gak bisa ikut thariqah dst.
1. Keempat tingkat itu dirumuskan: pada tingkat hukum (syari’ah) ada kesadaran
“milikmu dan milikku”, di mana hukum-hukum agama akan mengatur hak dan
kewajiban antar pribadi, seperti penataan hubungan di antara orang-orang.
2. Dalam tingkat jalan Sufi (thariqah), rumusannya menjadi “milikku adalah
milikmu, milikmu adalah milikku”, karena itu para Sufi diajarkan mengenal
sesama Sufi sebagai saudara, untuk membuka diri masing-masing, membuka hati,
termasuk derma / shodaqoh untuk sesama. Hanya sufi yang bisa mengenali seorang
sufi, begitu katanya.
Jadi kalau ada orang butuh sesuatu dan minta sama pejalan Thariqah seharusnya
di kasi, kalau gak dikasi tentu ada alasan yang mendasar & sabar aja.
3. Pada tingkat kebenaran (haqiqah), ada pengalaman baru tidak “tidak ada
milikku, dan tidak ada milikmu”. Pada tingkat ini ada minimalisasi atas
egosentrisme, dan mereka “dariluar” masuk ke dalam mencari pengalaman batiniah
yang paling asli (fitrah, primordial).
4. Dan, yang keempat adalah pada tingkat gnosis (ma’rifah) di mana yang ada ada
“tak saya, dan tak ada Anda”, yang ada hanya Allah. Seorang Sufi akan
merealisasi pengalaman bahwa yang ada seluruhnya adalah Allah, dan tidak ada
satu pun yang terpisah dari Allah:
Sebuah pengalaman mistik yang sekarang sering disebut “pantheisme,” yang
populer dalam tasawuf dengan wahdat al-wujud (kesatuan keberadaan atau coro
Jowone “Manunggaling Kawulo lan Gusti”). Keempat tingkat ini adalah perjalanan,
dan menjadi tujuan Sufisme, di mana pengalaman sebelumnya mendasari pengalaman
selanjutnya.
Maka tidak heran dalam keberagamaan tasawuf ini, pengertian yang mendalam
mengenai “jalan hati” (the path of heart)-yang tidak lain adalah “jalan kepada
cinta, the path to love-mendapat perhatian, sehingga segi psikologi-spiritual
menjadi begitu penting dalam jalan ini, khususnya dalam mencapai tingkat
kedirian (nafs) yang dari sini kita bisa sampai pada pengalaman kesatuan dengan
yang Ilahi itu (yang disebut ihsan, yaitu “seolah-olah kita melihat Tuhan,
kalaupun tidak, kita tahu bahwa Tuhan melihat kita”).
Tujuan jalan hati dan cinta adalah untuk mencapai “gunung dari cahaya gnosis
(ma’rifat) dalam hati yang terdalam”.
Cahaya gnosis itu ada dalam hati manusia, yang hanya bisa didapat lewat
perjalanan hati dan cinta.
Lewat jalan hati dan cinta ini manusia pun menemukan kembali Dirinya yang
Sejati. Kerinduan pada Diri yang Sejati ini (jiwa yang penuh ketenangan,
al-nafs al-muthmainnah) menjadi cita-cita kaum Sufi.
ANTARA ADA DAN TIADA
Kita dan semua benda di sekitar kita ini, sebenarnya ADA ataukah TIADA?
Sebuah, pertanyaan mendasar, yang selama ini dijawab secara filsafat belaka.
Hasilnya, adalah sebuah perdebatan panjang yang tiada habisnya.
Memang, kalau kita mengambil kesimpulan apa adanya dari segala yang bisa kita
observasi dari sekitar, kita pasti akan mengatakan bahwa segala sesuatu ini
benar-benar ada. Buktinya, kita bisa melihat, bisa mendengar, bisa membaui
aromanya, bisa merasakan, meraba dan memegangnya.
Tapi, kalau kita mau berpikir lebih jauh dan substansial, kita akan berpikir:
kita dulu pernah TIDAK ADA, sekarang ‘ADA’, dan nanti kembali TIDAK ADA. Jadi,
yang lebih substansial itu ‘TIDAK ADA’ ataukah ‘ADA’ ya..?
Lebih mendalam lagi, kalau kita melakukan analisa, mungkin kita akan
mempertanyakan ke ‘ADA’ an kita sekarang. Benarkah kita sekarang ini
benar-benar ‘ADA’? Ataukah, yang terjadi sebenarnya adalah: kadang ‘ADA¡¦kadang
‘TIDAK ADA’. Kapankah kita merasa ADA? Dan kapan kita merasa TIDAK ADA?
Kita merasa ‘ADA’ pada saat kita ‘berpikir’ dan ’sadar’ akan keber ADA-an
kita. Ketika kita tertidur dan hilang kesadaran, kita pun TIDAK ADA. Termasuk
segala eksistensi yang ada di sekitar kita. Semua itu ADA ketika kita menyadari
bahwa sesuatu itu ADA. Dan TIDAK ADA, ketika kita melupakannya, atau tidak
menyadari dia ADA.
Tapi, bukankah itu hanya sekadar persepsi kesadaran orang perorang? Pada
kenyataannya, kan orang lain menganggap dan melihat semua itu ada.
Jadi itu bukan tidak ada, cuma tidak disadari bahwa itu ada. Dan seterusnya,
dan seterusnya, kita bisa berdebat sangat panjang tentang ADA dan TIADA.
Namun, bagi orang-orang yang bergelut di dunia filsafat, banyak yang meyakini
bahwa keber-ADA-an segala sesuatu ini sebenarnya semu. Ada yang mengatakan
begini: kita dan segala sesuatu ini ADA, karena kita BERPIKIR. Kalau kita tidak
berpikir, kita dan segala sesuatu ini pun TIDAK ADA.
Dalam filsafat Jawa, dikatakan begini: ‘ananing ana kuwi diana anaake’
Artinya, kita ada karena diadakan. Kalau kita tidak mengadakannya, maka sesuatu
itu pun tidak ada.
Kedua pendapat itu memiliki kemiripannya. Pada intinya segala keberadaan ini
tidak mutlak. Dulu pernah tidak ada, dan kemudian menjadi ada karena diadakan.
Baik oleh sang Pencipta, oleh pikiran kita, maupun oleh proses produksi
manusia. Dan suatu ketika nanti bakal rusak atau musnah.
Begitulah memang kenyataan yang terpampang di sekitar kita. Ada nuansa yang
sangat kental bahwa segala sesuatu tidak abadi. Terutama ketika dilihat dalam
suatu ‘Skala Waktu’ yang panjang. Semua ini lebih banyak TIDAK ADA nya
ketimbang ADA. Kalau pun ADA hanyalah sesaat. Setelah itu berubah menjadi
sesuatu yang lain.
Cobalah kita cermati diri kita sendiri. Badan kita sekarang ini, sebenarnya
berbeda dengan badan kita semenit yang lalu! Kenapa begitu? Karena seluruh
sel-sel tubuh kita yang berjumlah triliunan ini sedang berubah terus semakin
menua. Tambah tua seiring waktu yang bergerak.
Setiap saat terjadi metabolisme massal yang mengubah keadaan tubuh kita.
Rambut yang tadinya hitam, kini mulai bertambah putih. Kulit yang tadinya
kenyal, kini mulai mengendor dan keriput. Otot yang tadinya kuat dan kencang,
kini mulai melemah. Mata yang tadinya bening dan tajam, kini mulai merabun.
Telinga yang tadinya peka, kini mulai menuli. Kualitas jantung, paru-paru,
ginjal, liver, pencemaan, otak dan seluruh bagian badan kita terus berubah
menua.
Bermiliar dan bertriliun keadaan tubuh kita sebenarnya terus berubah dari
menit ke menit. Tubuh kita semenit yang lalu telah ‘hilang’ ditelan waktu, dan
kini memiliki ‘tubuh baru’ yang sama sekali berbeda dengan tubuh kita
sebelumnya.
Jangankan semenit, 1 detik yang lalu pun badan kita ini tidak sama dengan
badan kita yang sekarang. Semuanya sedang terus ‘lenyap berganti’ dari waktu ke
waktu. Dan itu, bukan hanya terjadi pada tubuh, tapi juga jiwa kita. Jiwa kita
terus berubah seiring dengan pengalaman kejiwaan yang mendera.
Dan bukan hanya diri kita. Tapi seluruh manusia di muka bumi sedang mengalami
proses ‘lenyap-berganti’ secara dramatis terhadap kondisi dirinya. Pada seluruh
manusia di manapun dia berada.
Komposisi lingkungan hidup di sekitar kita pun sedang ‘lenyap berganti’ dari
waktu ke waktu., Tidak pernah tetap. Mulai dari kondisi air, atmosfer,
tumbuh-tumbuhan, binatang, cuaca dan iklim, sinar matahari, sampai benda-benda
pengisi langit seperti planet, bulan, bintang, galaksi dan superkluster.
Seluruh materi dan energi pengisi Jagad Raya ini semuanya ‘lenyap berganti’
dari detik ke detik, menit ke menit, waktu ke waktu. Tidak ada yang tetap.
Semuanya sedang berubah secara dramatis!
Kalau kita kaitkan kembali dengan ADA dan TIADA, maka seluruh kondisi di alam
semesta ini sebenarnya sedang bergerak dinamis antara ADA dan TIADA. Sebentar
ADA, kemudian TIADA lagi. Sebentar lagi ADA, sedetik berikutnya sudah TIADA
lagi. Bahkan keber-ADA-an itu demikian singkatnya, hanya ‘melintas’, kemudian
langsung berubah menjadi sesuatu yang lain. Sekadar ‘numpang lewat’!
Begitu pula sebaliknya, yang tadinya TIADA, sesaat kemudian menjadi ADA. Dan,
ke TIADA an itu pun hanya sesaat, berganti menjadi ADA. Begitulah seterusnya,
ADA dan TIADA saling berubah tanpa henti selama bermiliar-miliar tahun usia
alam semesta ini.
TIADA lebih banyak terjadi dibandingkan dengan ADA. Keber-ADA-an sempat eksis
hanya dalam orde waktu yang sangat singkat, setelah itu berubah menjadi TIADA
untuk selama-lamanya. Sekali lagi, ADA hanya sekadar ‘numpang lewat’ di antara
ke-TIADA-an…
‘Kehidupan’ adalah keber-ADA-an yang sekadar numpang lewat dalam ‘Kematian’
panjang. Terang benderangnya ‘Siang’ adalah sekadar keber-ADA-an yang numpang
lewat dalam gelap pekatnya ’sang Malam’. Seluruh alam semesta ini diliputi oleh
kegelapan, kecuali kedipan-kedipan bintang yang tak seberapa terang, di sana
sini.
Rasa bahagia dan senang, sekadar keber-ADA-an yang meningkahi silih
bergantinya derita dan kecemasan. ‘Sehat’ kita pun, hanyalah kondisi ‘normal’
sesaat di antara penyimpangan metabolisme bertriliun-triliun sel di dalam tubuh
kita.
Dalam kehidupan dunia ini, kadar kerusakan dan keburukan jauh lebih banyak
dibandingkan dengan ketertataan dan kebaikan. Kenapa demikian, karena
pergerakan Sunnatullah alam semesta memang sedang menuju pada kehancurannya.
Entropi alam semesta meningkat dari waktu ke waktu.
Jadi, segala sesuatu yang kita anggap ADA, dan ‘benar-benar terjadi’ itu
sebenarnya hanyalah kondisi sesaat di antara ke TIADA an. Sebab ADA dan TIADA
sebenarnya adalah kondisi yang berpasangan, yang sudah menjadi Sunnatullah.
Keduanya akan terus silih berganti secara dinamis.
QS.Yunus(10) : 31
Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau
siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah
yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari
yang hidup dan siapakah yang Mengatur segala urusan?” Maka mereka akan
menjawab: ‘Allah”.
Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada Nya)?”
QS. Al An’aam (6) : 1
Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan
gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan
Tuhan mereka.
QS. Al An’aam (6) : 73
Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar Dan benarlah
perkataan Nya di waktu Dia mengatakan: ‘jadilah, lalu terjadilah” dan di tangan
Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib
dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui
Dan masih banyak lagi ayat yang menjelaskan tentang pasang
pasangan antara berbagai kondisi yang kelihatan berlawanan itu. Antara hidup
dan mati, antara gelap dan terang, antara yang ghaib dan yang nampak, dan lain
sebagainya.
Alam semesta ini memang dibangun oleh Allah dengan ‘neraca keseimbangan’ dari
dua kondisi ekstrim yang berlawanan. Keduanya bergerak silih berganti. Seluruh
prosesnya saling mengontrol dalam keseimbangan, yang luar biasa sempurna. Tidak
ada cacat sedikit pun. Dengan ketelitian ukuran yang serapi-rapinya.
QS. Ar Rahman (55) : 7
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keseimbangan).
Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.
QS. Al An’aam (6) : 65
Katakanlah: “Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas
kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan
(yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian) kamu keganasan
sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda
kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya).
QS. Al Furqan (25) : 2
yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai
anak, dan tidak ada sekutu bagi Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah
menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya.
Pasang-pasangan sudah menjadi sifat alam yang bisa kita buktikan dari sekitar
kita. Justru kondisi berpasang-pasangan itulah yang menyebabkan terjadinya
KESEIMBANGAN. Dan, keseimbangan itu pula yang menjadi ‘kunci energi’
berlangsungnya dinamika ‘kehidupan’ alam semesta selama bermiliar-miliar tahun.
Allah menegaskan itu di dalam firman-firmanNya.
QS. Al Mulk (67) : 3
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak
melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
QS. Al Infithaar (82) : 7
Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan
(susunan tubuh) mu seimbang,
Kekuatan keseimbangan telah menjadi penggerak dasar kehidupan. Dinamika alam
semesta maupun dinamika dalam proses-proses biokimiawi tubuh kita. Jika
keseimbangan hilang, yang terjadi adalah bencana. Ini bukan hanya bermakna
fisik pada alam, atau biologis pada diri makhluk hidup, tapi juga bermakna
kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan seluruh sendi-sendi kehidupan.
Maka, ketika bicara tentang ADA dan TIADA, kita sebenarnya sedang berbicara
tentang dua kutub ekstrim dalam kelaziman hidup kita : kanan-kiri, atas-bawah,
timur-barat, baik-buruk, dulu-nanti, gagal-sukses, dan lain sebagainya.
Kita tahu, dua kutub ekstrim itu sebenarnya bukan substansi. Keadaan yang
lebih substansial, justru adalah KESEIMBANGAN di antara keduanya. Masing-masing
kutub ekstrim itu hanyalah penampakan. Kadang-kadang KIRI, kadang-kadang KANAN.
Kadang di ATAS, kadang di BAWAH. Kadang SUKSES, di lain waktu GAGAL.
Kadang-kadang ADA, tapi di saat lain bisa TIADA.
KESEIMBANGAN alias JALAN TENGAH adalah FITRAH ILAHIAH. Allah adalah sang
Pencipta semua kondisi Ekstrim itu, karenanya Ia bukan ekstrim kanan ataupun
ekstrim kiri. Ia meliputi keduanya sebagai sistem keseimbangan.
Demikian pula terhadap ADA dan TIADA. Allah meliputi ADA dan TIADA, dalam
sebuah sistem keseimbangan. Dialah yang mengendalikan sistem keseimbangan
antara ADA dan TIADA itu. DIA menciptakan ADA dari TIADA. Dan menciptakan TIADA
dari ADA.
Dialah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang
mati dari yang hidup. Dia pula yang mengeluarkan gelap dari terang, dan
mengeluarkan terang dari gelap. Dan seterusnya, eksistensi masing-masing
kondisi itu muncul karena adanya eksistensi lainnya yang berlawanan.
Tapi, sebagaimana kehidupan manusia yang singkat, ‘kehidupan’ alam semesta
ini pun numpang lewat dalam ‘ketiadaan’ alam semesta yang panjang. Alam semesta
yang sudah berusia sekitar 12 miliar tahun ini suatu ketika bakal lenyap
kepada ketiadaan.
Alam ini dulu muncul dari ketiadaan. Maka suatu ketika ia akan kembali kepada
ketiadaan. Ia ADA karena dulu pernah TIDAK ADA. Dan karena sekarang ada, maka
suatu ketika ia akan kembali tidak ada. Begitulah seterusnya, dalam kendali
Allah yang Maha Berkehendak. Allah menciptakan dan mengulangi kejadian sesuai
dengan kehendakNya.
QS. Al Anbiyaa’ (21) : 104
(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran
kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan
mengulangnya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati, sesungguhnya Kamilah
yang akan melaksanakannya.
QS. Al Ankabuut (29) : 19
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan dari
permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.
Karena kehidupan alam dunia ini menuju pada kerusakan, maka kita butuh energi
untuk mengimbangi kecenderungan jelek kita. Inilah yang disebut Allah dalam
ayat-ayat berikut ini.
QS. Al Ashr : 1-3
Demi waktu. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi
kesabaran.
Jadi secara alamiah, alam semesta termasuk manusia mengalami trend untuk
semakin jelek kualitasnya. Kenapa? Karena entropi alam semesta terus-menerus
meningkat. Manusia merugi terus. Dan tren itu oleh Allah dikendalikan lewat
dimensi Á¸aktu¡¦ Karena itu Allah bersumpah ‘Demi Waktu manusia benar-benar
merugi’ Pergerakan waktu menyebabkan perubahan entropi yang semakin tinggi,
semakin ‘merugikan’.
Agar selamat kita harus mengikuti hukum keseimbangan. Kita lawan dengan
kondisi sebaliknya, untuk menurunkan kerugian. Agar kehidupan kita berada dalam
jalan keseimbangan’. Itulah yang dimaksud Allah dengan keimanan, amal saleh,
nasehat menasehati agar tetap mengarah kepada kebaikan dan kesabaran. Itulah
Diin al Islam.
Allah menggambarkan hal itu dalam banyak ayatNya. Untuk mengimbangi jalan
kegelapan yang menjadi trend alam semesta, Allah menurunkan cahaya yang terang
benderang lewat Firman-FirmanNya di dalam Al QurÃÂn. Barangsiapa mengikuti
petunjuk itu, maka mereka akan selamat kembali kepada Keseimbangan Fitrahnya.
Sebaliknya, jika tidak, maka manusia akan hanyut di dalam trend entropi yang
meningkat. Mereka bakal larut dalam ‘kegelapan’ jagad semesta raya.
QS. Al Hadid (57) : 9
Dialah yang menurunkan kepada hamba Nya ayat-ayat yang terang (Al QurÃÂn)
supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang
Meskipun trend ke arah dominasi kegelapan demikian besar, tapi Allah menjamin
kegelapan akan sirna dan berganti terang ketika dilawan dengan cahaya. Entropi
yang meningkat dilawan dengan entropi yang menurun, bakal seimbangan Diinul
Islam.
QS. Israa (17) : 81
Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap”
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.
Kebatilan bakal lenyap berganti kebenaran, karena keduanya adalah pasangan
abadi yang silih berganti. Sekali waktu kebatilan yang muncul, di waktu yang
lain kebenaran yang muncul.
Akan tetapi, akhir dari segala-galanya, seluruh eksistensi itu bakal lenyap
semuanya di dalam Kemutlakan Dzat Allah. Sebab, kebatilan hanya ada dan
bermakna dalam sudut pandang manusia. Demikian pula kebenaran. Bagi Allah tidak
ada bedanya. Karena tidak merugikan atau pun memberi manfaat kepadaNya.
Semuanya adalah milikNya semata.
Yang disebut kebatilan, atau kejahatan atau dosa, adalah segala sesuatu yang
merugikan manusia. Sedangkan yang disebut kebenaran dan pahala adalah sesuatu
yang memberi manfaat bagi kehidupan manusia. Tidak ada yang bisa merugikan dan
memberi manfaat kepada Allah!
Maka, segala yang ada pada manusia bakal lenyap seluruhnya. Yang kekal
hanyalah Allah. Segala kontradiksi dalam kehidupan kita bakal ’sampyuh’ dalam
keseimbangan Fitrah Ilahiah. Lebur dalam Kualitas Ketuhanan yang tidak pernah
kita bayangkan sebelumnya…
QS. An Nahl (16) : 96
Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal
Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
BENARKAH INI SEBUAH KENYATAAN
Hidup bagaikan mimpi, kata kawan saya. Baru kemarin rasanya masa kecil
berlalu, lantas tumbuh menjadi dewasa. Kini sudah tua, dan sebentar lagi
meninggalkan dunia yang fana. Tak tahu kemana.
Setiap hari kita merasakan hal-hal yang kurang lebih sama. Pagi tadi kita
terbangun dari tidur semalaman, kini kita beraktivitas penuh kesadaran, nanti
malam kita lelap kembali dalam tidur yang entah bakal terbangun kembali ataukah
lenyap selamanya.
Begitu pula kecamuk pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Baru saja kita
merasakan senang dan bahagia, tak lama kemudian kita alami duka dan derita.
Sebelumnya kita memperoleh rasa tentram dan damai tapi tak lama kemudian
dihinggapi rasa cemas berkepanjangan.
Hidup kadang terasa aneh, bagaikan mimpi saja layaknya. Sehingga, tak jarang
kita berpikir: ini kenyataan ataukah semu belaka ? Hidup dan mimpi memang
mirip. Mimpi adalah ‘aktivitas otak’ di dalam ‘TIDUR’ Sedangkan hidup adalah
‘aktivitas otak’ di dalam KEMATIAN’ Mimpi adalah KEMBANG TIDUR, sedangkan
hidup adalah KEMBANG KEMATIAN. Mungkin Anda tidak sependapat dengan ungkapan
ini, tapi cobalah cermati kemiripan keduanya.
Apakah sebenarnya mimpi? Manakah yang lebih substansial antara mimpi dan
tidur? Tentu kita sependapat bahwa yang lebih substansial di antara keduanya
adalah ‘tidur’. Dikarenakan tidur, maka seseorang bisa bermimpi. Dengan kata
lain, mimpi hanya bisa terjadi di dalam tidur.
Bagaimana mimpi bisa terjadi? Sampai sekarang, para pakar masih belum
menemukan jawaban yang memuaskan. Ada yang mengatakan bahwa itu adalah
terulangnya memori di dalam otak. Artinya, sekadar melintasnya ingatan saja.
Tidak memberikan makna.
Tapi, ada yang berpendapat bahwa mimpi adalah ‘aktivitas jiwa’ alias
pengalaman jiwa di dunianya sana. Sehingga, itu sebenarnya adalah kejadian
sesungguhnya. Cuma, di dunia yang berbeda.
Ada pula yang mengatakan, bahwa mimpi sekadar perlambang dari ‘dunia lain’
yang terkait dengan kehidupan di dunia nyata. Semuanya masih serba belum
memuaskan, dan terus mengalami perkembangan penelitiannya.
Namun yang jelas, kita bisa merasakan bahwa sebuah mimpi terasa ‘benar-benar
terjadi’ di dalam tidur kita. Sehingga jika kita sedang mimpi buruk, nafas kita
bisa terengah-engah karenanya. Atau berkeringat dingin. Atau ada yang sampai
ngompol segala. Artinya, aktivitas mimpi itu memiliki pengaruh yang riil dalam
diri kita.
Aktivitas kelistrikan otak yang terjadi, dan koordinasi organ-organ terkait,
sama persis dengan ketika kita sedang mengalami kejadian sesungguhnya di luar
mimpi.
Jadi, dari sudut pandang kerja otak, mimpi tidak ada bedanya dengan
pengalaman riil dalam kehidupan kita sehari-hari. Tapi, ia muncul dalam kondisi
otak sedang tidur. Karena itu muncul istilah ‘Mimpi’ adalah ‘Kembang Tidur’
Sebuah ‘kehidupan’ yang muncul di dalam ‘kematian’!
Ini mirip dengan yang terjadi dalam pengalaman kehidupan kita. Kalau skala
pembahasan kita diperluas, maka kehidupan ini bagaikan sebuah mimpi, sedangkan
‘tidurnya’ adalah ‘kematian’ kita.
Kematian bukan hanya berarti lepasnya jiwa sesudah habis usia kita.
Sebenarnya, sebelum kita lahir kita juga berada di dalam alam kematian.’Alam
kematian’ adalah alam dimana jiwa, ruh dan badan kita belum bersatu. Dan, alam
dimana jiwa, ruh dan badan kita sudah terpisah.
QS. Al Baqarah (2) : 28
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah
menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian
kepada-Nya lah kamu dikembalikan?
Dengan sangat gamblang Allah menginformasikan kepada kita bahwa dulu kita
berada di dalam alam kematian, selama miliaran tahun bersama terciptanya alam
semesta. Kemudian, Allah menghidupkan kita untuk beberapa puluh tahun. Lantas,
dimatikanNya kembali. Dan nanti, pada periode Akhirat, kita bakal dihidupkanNya
kembali.
Jadi, ‘alam kematian’ adalah alam yang terjadi ’sebelum dan sesudah’
kehidupan. Atau dengan kata lain, ‘alam kehidupan’ ini berada di dalam ‘alam
kematian’. Ya, kehidupan kita ini sebenarnya ‘terendam’ di tengah-tengah
berlangsungnya kematian kita. Sebelum lahir kita ‘mati’, sesudah lahir ÁÖsia
habis¡¦kita juga mati.
Ini, sungguh sangat mirip dengan mimpi. Sebelum bermimpi kita tertidur.
Kemudian muncul mimpi. Sesudah selesai mimpi kita juga tertidur. Jadi, ‘TIDUR’
identik dengan ‘MATI’. Sedangkan ‘MIMPI’ identik dengan ‘HIDUP’. Sehingga,
seperti telah kita bahas tentang Jiwa, Allah mengidentikkan tidur dengan
kematian. Di antaranya ayat ini.
QS. Az Zumar (39) : 42
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang
belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia
tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang
ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi kaum yang berfikir
Selain itu, Rasulullah saw pun mengajari kita do’a menjelang tidur dan ketika
bangun, mengidentikkan tidur dengan kematian.
Bismika Allahumma ahyaa wa bismika amuut, astaghfirullahalladzii laa ilaaha
illa huwal hayyul qayyum
(Dengan namaMu ya Allah kami hidup dan dengan namaMu pula kami mati,
ampunilah kami ya Allah, Tiada Tuhan Selaln Dia yang Maha Hidup lagi Maha
Mengurus MakhlukNya)
Alhamdulillahilladzii ahyanaa baÃÅa maa amaatana wa ilaihi nusyuur.
(Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami kembali setelah kematian kami,
dan kepadaNyalah tempat kembali)
Tidur dan mati, kata Allah, adalah kondisi pasif dimana jiwa sama-sama tidak
aktif dalam kesadaran. Jiwanya ditahan oleh Allah. Dan dikembalikan lagi ketika
orang tersebut bangun dari tidurnya. Atau, ketika orang mati dibangkitkan
kembali.
Sudut pandang ini sangat menarik, karena memberikan gambaran kehidupan
manusia dalam skala waktu yang sangat panjang. Skala waktu alam semesta, yang
berjangka miliaran tahun.
Kehidupan manusia bagaikan ’sepercik air’ di ’samudera kematian’nya. Betapa
tidak. Alam semesta ini sudah berusia sekitar 12 miliar tahun, sedangkan usia
kita hanya puluhan tahun saja.
Selama miliaran tahun itu kita berada di ‘alam kematian’. dan kemudian diberi
’sepercik kehidupan’ oleh Allah dalam waktu demikian singkat. Untuk kemudian
mati kembali. Persis seperti munculnya ÁÔepercik mimpi¡¦dalam tidur lelap kita
yang panjang.
Kita jadi bertanya-tanya dalam hati, kalau begitu eksistensi kita ini lebih
banyak berada di alam kematian? Sedangkan ‘Hidup’. hanyalah sekilas mimpi? la
bukan substansi?
Ya, yang lebih substansial ternyata adalah Á®ati¡¦ Hidup hanyalah ‘Kembang
Kematian’. Sebagaimana Mimpi sekadar Á¬embang Tidur¡¦ la bukan kenyataan.
Á¬enyataannya¡¦adalah kita sedang tertidur, dan di dalam tidur itulah kita
bermimpi…
Maka, Allah memberikan perumpamaan tentang kehidupan ini seperti ‘main-main
dan sendau gurau’ belaka. Kehidupan yang sesungguhnya adalah di Akhirat,
setelah menyeberangi ÁÌematian¡¦kita.
QS. M Ankabuut (29) : 64
Dan tiadalah kehidupm dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan
sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.
Kalimat lahwun wa laÃÊbun ’sendau gurau dan main-main’
menunjukkan kepada kita betapa kehidupan dunia ini sebenarnya adalah kehidupan
yang ‘remeh-temeh”. dalam skala waktu alam semesta Dunia Akhirat. la cuma
setetes air dari samudera kehidupan yang sesungguhnya. Ini Cuma sekadar ‘mimpi’
saja. Tapi ingat, mimpi itu tetap memiliki dampak riil bagi diri kita setelah
‘bangun’. Jika mimpi Anda buruk, Anda akan terbangun dengan badan sakit semua.
Jika Anda bermimpi indah, Anda akan bangun dengan rasa bahagia.
Di ayat lain lagi, Allah mengibaratkan ‘hidup’ dengan turunnya air hujan yang
menyirami tumbuh-tumbuhan sehingga subur menyenangkan. Tapi semua itu tidak
lama. Karena tumbuhan itu bakal mengering, dan lenyap tertiup angin.
QS. Al Kahfi (18) : 45
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah
bagaikan air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya
tumbuh-tumbuhan dimuka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang
diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
QS. Al Hajj (22) : 6
Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan
sesungguhnya Dialah yang menghidupkan setelah yang mati dan sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala suatu,
Lantas, Allah menegaskan di ayat berikutnya, bahwa hanya Allah yang haq, yang
kekal abadi. Selebihnya hanyalah semu. Tak pernah kekal. Silih berganti, tak
pernah eksis dalam arti yang sesungguhnya. Hanya melintas saja. Numpang lewat.
Karena itu, lanjutNya, hanya Allah sajalah tempat bergantung. Dialah Dzat
yang paling NYATA. Yang Haq yang Hidup. Selebihnya SEMU dan MATI. Kalau pun
‘hidup’, sebenarnya hanya ’seakan-akan’. Ayat berikut ini memberikan penegasan,
bahwa hanya Allah saja yang Hidup, Yang Tidak Mati.
QS. Al Furqaan (25) : 58
Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup, Yang tidak mati, dan bertasbihlah
dengan memujiNya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba Nya,
KEMATIAN adalah wajah lain dari KEHIDUPAN, yang terangkum dalam DZAT
KETUHANAN. Sekali waktu DIA memunculkan ’sepercik kehidupan’ dari KEMATIAN, Di
waktu yang lain, DIA mengeluarkan ’sepercik kematian’ dari KEHIDUPAN.
QS. Ar Ruum (30) : 19
Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari
yang hidup dan menghidupkan bumi sesudah matinya. Dan seperti itulah kamu akan
dikeluarkan (dari kubur).
QS. Ali Imron (3) : 27
Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam
malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang
mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa
hisab (batas).”
Ayat-ayat di atas menunjukkan kepada kita bahwa hidup dan mati adalah dua
kondisi sederajat, hanya saja berlawanan. Sehingga, sekali waktu ‘hidup’ keluar
dari kematian, tapi di waktu yang lain ÁÎati’ keluar dari kehidupan. Persis
antara siang dan malam, gelap dan terang, materi dan energi, haq dan kebatilan.
Semua itu hanyalah kondisi-kondisi yang ÁÏumpang lewat’. Semu dan tidak
abadi. Hanya menjadi ‘TANDA-TANDA’ adanya suatu DZAT MAHA ABADI yang menjadi
sumber dari segala kontradiksi semu. Dialah Dzat Maha Agung, yang tidak
tergambarkan dan tak pernah bisa terwadahi oleh bahasa manusia: ALLAH AZZA
WAIALLA…
KESEJATIAN HIDUP DAN KEHIDUPAN
10.“Rahasia kesadaran kesejatian kehidupan, ya ingsun ini kesejatian hidup, engkau sejatinya Allah, ya ingsun sejatinya Allah; yakni wujud (yang berbentuk) itu sejatinya Allah, sir (rahsa=rahasia) itu Rasulullah, lisan (pangucap) itu Allah, jasad Allah badan putih tanpa darah, sir Allah, rasa Allah, rahasia kesejatian Allah, ya ingsun (aku) ini sejatinya Allah.”
(Wejangan Walisanga: hlm. 5)
Subtansi dari ungkapan spiritual tersebut adalah bahwa kesejatian hidup, rahasia kehidupan hanya ada pada pengalaman kemanunggalan antara kawula-Gusti. Dan dalam tataran atau ukuran orang ‘awam hal itu bisa diraih dengan memperhatikan uraian dan wejangan Syekh Siti Jenar tentang “Shalat Tarek Limang Waktu”.
11.“Adanya kehidupan itu karena pribadi, demikian pula keinginan hidup itupun ditetapkan oleh diri sendiri. Tidak mengenal roh, yang melestarikan kehidupan, tiada turut merasakan sakit ataupun lelah. Suka dukapun musnah karena tiada diinginkan oleh hidup. Dengan demikian hidupnya kehidupan itu, berdiri sendiri sekehendak.”
(Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 32)
Pernyataan tersebut menunjukkan adanya kebebasan manusia dalam menentukan jalan hidup. Manusia merdeka adalah manusia yang terbebas dari belenggu kultural maupun belenggu struktural. Dalam hidup ini, tidak boleh ada sikap saling menguasai antar manusia, bahkan antara manusia dengan Tuhan pun hakikatnya tidak ada yang menguasai dan yang dikuasai. Ini jika melihat intisari ajaran manunggalnya Syekh Siti Jenar. Sebab dalam manusia ada roh Tuhan yang menjamin adanya kekuasaan atas pribadinya dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Dan allah itulah satu-satunya Wujud. Yang lain hanya sekedar mewujud. Cahaya hanya satu, selain itu hanya memancarkan cahaya saja, atau pantulannya saja. Subtansi pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut adalah Qs. Al-Baqarah/2;115, “Timur dan Barat kepunyaan Allah. Maka ke mana saja kamu menghadap di situlah Wajah Allah. ”
Wujud itu dalam Pribadi, dan di dunia atau alam kematian ini, memerlukan wadah bagi pribadi untuk mengejawantah, menguji diri sejauh mana kemampuannya mengelola keinginan wadag, sementara Pribadinya tetap suci.
TUHAN DAN KEMANUSIAAN
12.“Zat wajibul maulana adalah yang menjadi pemimpin budi yang menuju ke semua kebaikan. Citra manusia hanya ada dalam keinginan yang tunggal. Satu keinginan saja belum tentu dapat melaksanakan dengan tepat, apa lagi dua. Nah, cobalah untuk memisahkan zat wab\jibul maulana dengan budi, agar supaya manusia dapat menerima keinginan yang lain”.
(Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 44)
Manusia yang mendua adalah manusia yang tidak sampai kepada derajat kemanunggalan. Sementara manusia yang manunggal adalah pemilik jiwa yang iradah dan kodratnya telah pula menyatu dengan Ilahi. Sehingga akibat terpecahnya jiwa dengan roh Ilahi, maka kehidupannya dikuasai oleh keinginan yang lain, yang dalam al-Qur’an disebut sebagai hawa nafsu. Maka agar tidak terjadi split personality, dan tidak mengakibatkan kerusakan dalam tatanan kehidupan, harus ada keterpaduan antara Zat Wajibul Maulana dengan budi manusia. Dan sang Zat Wajibul Maulana ini berada di dalam kedirian manusia, bukan di luarnya.
13.”Hyang Widi, kalau dikatakan dalam bahasa di dunia ini, baka bersifat abadi, tanpa antara, tiada erat dengan sakit ataupun rasa tidak enak. Ia berada baik di sana, maupun di sini, bukan itu bukan ini. Oleh tingkah yang banyak dilakukan dan yang tidak wajar, menuruti raga, adalah sesuatu yang baru. Segala sesuatu yang berwujud, yang tersebar di dunia ini, bertentangan dengan sifat seluruh yang diciptakan, sebab isi bumi itu angkasa yang hampa.”
(Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 30)
Tuhan adalah yang maha meliputi. Keberadaannya, tidak dibatasi oleh lingkup ruang dan waktu, keghaiban atau kematerian. Hakikat keberadaan segala sesuatu adalah keberadaan-Nya. Oleh karenanya keberadaan segala sesuatu di hadapan-Nya sama dengan ketidakberadaan segala sesuatu, termasuk kedirian manusia. Maka sikap yang selalu menuruti raga disebut sebagai “sesuatu yang baru” dalam arti tidak mengikuti iradah-Nya. Raga seharusnya tunduk kepada jiwa yang dinaungi roh Ilahi. Sebab raga hanyalah sebagai tempat wadag bagi keberadaan roh itu. Jangan terjebak hanya menghiasi wadahnya, namun seharusnya yang mendapat prioritas untuk dipenuhi perhiasan dan dicukupi kebutuhannya adalah isi dari wadah.
14.“Gagasan adanya badan halus itu mematikan kehendak manusia. Dimanakah adanya Hyang Sukma, kecuali hanya diri pribadi. Kelilingilah cakrawala dunia, membumbunglah ke langit yang tinggi, selamilah dalam bumi sampai lapisan ke tujuh, tiada ditemukan wujud yang Mulia.”
“Ke mana saja sunyi senyap adanya; ke utara, selatan, barat, timur dan tengah, yang ada di sana-sana hanya di sini adanya. Yang ada di sini bukan wujud saya. Yang ada didalamku adalah hampa yang sunyi. Isi dalam daging tubuh adalah isi perut yang kotor. Maka bukan jantung bukan otak yang pisah dari tubuh, laju pesat bagaikan anak panah lepas dari busur, menjelajah Mekah dan Madinah.”
“Saya ini bukan budi, bukan angan-angan hati, bukan pikiran yang sadar, bukan niat, bukan udara, bukan angin, bukan panas dan bukan kekosongan atau kehampaan. Wujud saya ini jasad, yang akhirnya menjadi jenazah, busuk bercampur tanah dan debu. Napas saya mengelilingi dunia, tanah, api, air dan udara kembali ke tempat asalnya atau aslinya, sebab semuanya barang baru, bukan asli.”
“Maka saya ini Zat yang sejiwa, menyukma dalam Hyang Widi. Pangeran saya bersifat jalal dan jamal, artinya Mahamulia dan Mahaindah. Ia tidak mau shalat atas kehendak sendiri, tidak pula mau memerintahkan untuk shalat kepada siapapun. Adapun orang shalat, itu budi yang menyuruh, budi yang laknat dan mencelakakan, tidak dapat dipercaya dan diturut, karena perintahnya berubah-ubah. Perkataannya tidak dapat dipegang, tidak jujur, jika diturut tidak jadi dan selalu mengajak mencuri.”
(Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 33-36)
Menurut Syekh Siti Jenar, Allah bukanlah sesuatu yang asing bagi diri manusia. Allah juga bukan yang ghaib dari manusia. Walaupun Ia penyandang asma al-Ghayb, namun itu hanya dari sudut materi atau raga manusia. Secara rohiyah, Allah adalah ke-Diri-an manusia itu. Dalam diri manusia terdapat roh al-idhafi yang membimbing manusia untuk mengenal dan menghampirinya. Sebagai sarananya, dalam otak kecil manusia, Allah menaruh God-spot (titik Tuhan) sebagai filter bagi kerja otak, agar tidak terjebak hanya berpikir materialistik dan matematis. Inilah titik spiritual yang akan menghubungkan jiwa dan raga melalui roh al-idhafi. Dari sistem kerja itulah kemudian terjalin kemanunggalan abadi. Maka kalau ada anggapan bahwa Allah itu ghaib bagi manusia, sesuatu yang jauh dari manusia, pandangan itu keliru dan sesat.
Sekali lagi apa yang terurai di atas, adalah suatu kedaaan dan kesadaran yang sudah tidak ada tingkatan lagi. Jika masih ada terdapat tingkatan maka sebaiknya disempurnakan lagi. Karena tingkatan itu telah dilebur menjadi satu dengan nama keyakinan, sehingga tidak ada perbedaan atau tingkatan. Semuanya berpulang kepada Allah, Tuhan sekalian Alam, apa kata Alam ini ialah juga kehendak-Nya yang merupakan wujud ADA dalam kehidupan manusia beserta makhluk lainnya. Allahu Akbar.
15.“Syukur kalo saya sampai tiba di alam kehidupan yang sejati. Dalam alam kematian ini saya kaya akan dosa. Siang malam saya berdekatan dengan api neraka. Sakit dan sehat saya temukan di dunia ini. Lain halnya apabila saya sudah lepas dari alam saya kematian ini. Saya akan hidup sempurna, langgeng tiada ini itu.”
(Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh VI Pangkur, 20-21)
Dalam prespektif kemanunggalan, dunia adalah alam kematian yang sesungguhnya, dikarenakan roh Ilahinya terpenjara dalam badan wadagnya. Dengan badan wadag yang berhias nafsu itulah, terjadi dosa manusia. Sehingga keberadaan manusia di dunia penuh dengan api neraka. Ini sangat berbeda kondisinya dengan alam setelah manusia memasuki pintu kematian. Manusia akan manunggal di alam kehidupan sejati setelah mengalami mati. Disanalah ditemukan kesejatian Diri yang tidak parsial. Dirinya yang utuh, sempurna, dengan segala kehidupan yang juga sempurna.
16.“Menduakan kerja bukan watak saya! Siapa yang mau mati! Dalam alam kematian orang kaya akan dosa! Balik jika saya hidup yang tak kenal ajal, akan langgeng hidup saya, tidak perlu ini itu. Akan tetapi bila saya disuruh milih hidup atau mati saya tidak sudi! Sekalipun saya hidup, biar saya sendiri yang menentukan! Tidak usah Walisanga memulangkan saya ke alam kehidupan! Macam bukan wali utama saya ini, mau hidup saja minta tolong pada sesamanya. Nah marilah kamu saksikan! Saya akan pulang sendiri ke alam kehidupan sejati.”
(Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh VIII Dandanggula, 14-16)
Karena kematian hanya sebagai pintu bagi kesempurnaan hidup yang sesungguhnya, maka sebenarnya kematian juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari keberadaan manusia sebagai pribadi. Oleh karena itu, kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan bukan sesuatu yang bisa dipilih orang lain. Kematian adalah hal yang muncul dengan kehendak Pribadi, menyertai keinginan pribadi yang sudah berada dalam kondisi manunggal.
Oleh karena itu, dalam sistem teologi Syekh Siti Jenar, sebenarnya tidak ada istilah “dimatikan” atau “dipulangkan”, baik oleh Allah atau oleh siapapun. Sebab dalam hal mati ini, sebenarnya tidak ada unsur tekan-menekan atau paksaan. Pintu kematian adalah sesuatu hal yang harus dijalani secara sukarela, ikhlas, dan harus diselami pengetahuannya, agar ia mengetahui kapan saatnya ia menghendaki kematiannya itu. Barulah jika seseorang memang tidak pernah mempersiapkan diri, dan tidak pernah mau mempelajari ilmu kematian, tanpa tau arahnya ke mana, dan tidak mengerti apa yang sedang dialami.
17.“Betapa banyak nikmat hidup manfaatnya mati. Kenikmatan ini dijumpai dalam mati, mati yang sempurna teramat oleklah dia. Manusia sejati-sejatinya yang sudah meraih puncak ilmu. Tiada dia mati, hidup selamanya. Menyebutkan mati syirik, lantaran tak tersentuh lahat, hanya beralih tempatlah dia dengan memboyong kratonnya. Kenikmatan mati tak dapat dihitung”
“Tersasar, tersesat, lagi terjerumus, menjadikan kecemasan, menyusahkan dalam patinya, justru bagi ilmu orang remeh”
(Babad Jaka Tingkir-Babad Pajang, hlm. 74)
Menurut penuturan Babad Jaka Tingkir, ungkapan mistik itu keluar dari ucapan darah Syekh Siti Jenar, setelah dipenggal kepalanya oleh Dewan Walisanga. Darah yang menyembur, jatuh ke tanah melukis kaligrafi la ilaaha illallah, dan mengeluarkan ucapan-ucapan mistik tersebut. Para wali dan masyarakat yang menyaksikannya terkejut campur bingung. Setelah beberapa saat, dari lisan kepala yang sudah dipenggal, keluar ucapan yang memerintahkan agar darah kembali ke jasadnya, demikian pula kepala menyatu dengan tubuh. Jelas bahwa kematian fisik tak mampu menyentuh Syekh Siti Jenar. Mati ada dalam hidup, hidup ada dalam mati.hidup selamanya tidak mati, kembali ke tujuan, langgeng selamanya. Setelah berpamitan dan mengucapkan salam kepada semua yang menyaksikan, Syekh Siti Jenar dengan diliputi oleh semerbak bau harum terbungkus cahaya gemerlapan yang menyorot ke atas, kemudian lenyap terserap ke dalam al-Ghaib, Dia Yang Sudah Dimuliakan. Iringan cahaya bersinar cemerlang, berkilau gemilang, berkobar menyala, menyuramkan sinar sang mentari, menyilaukan pandang semua orang yang menyaksikan.
Adapun pelaksanaan hukuman atas dirinya, oleh Syekh Siti Jenar sengaja dibiarkan terlaksana, guna memenuhi hukum duniawi, sekaligus sebagai monumen kebenaran ajarannya. Tanpa bukti yang dinampakkan secara dzahir, maka kebenaran ajaran Manunggaling Kawula-Gusti tidak akan pernah terwujud. Sebab pembuktian itu –sebagaimana sudah terjadi pada Mansur al-Hallaj, al-Syuhrawardi dan ‘Aynul Quddat al-Hamadani sebagai pendahulunya – memang menuntut jasad sang Guru sebagai martir atau syahid bagi kesufiannya. Dengan kemartirannya dan kesediannya sebagai syuhada’ bagi sufisme di Tanah Jawa itulah ia disebut sebagai Syekh Jatimurni, Guru Pemilik Inti Kesejatian atau Pusar Ilmu Kasampurnan.
Syekh Siti Jenar merupakan nama yang menyimpan sejuta misteri. Hingga kini teka teki tersebut belum pernah terjawab. Apakah Syekh Siti Jenar itu memang benar benar ada sebagai Wali Ma’rifat atau hanya sekedar pitutur luhur simbol-simbol ajaran kearifan masyarakat Jawa.
Terlepas dari misteri itu, penulis sebagaimana berbagai sumber telah mengulasnya hanya ingin sedikit memaparkan konsep neraka menurut syekh siti jenar.
Apa itu neraka, berangkat dari konsep kematian yang dipaparkan oleh ajaran syeckh siti jenar, bahwa dunia ini adalah alam kematian, setelah jasad ditinggal nyawa itulah awal kehidupan yang sebenarnya. Dunia ini sebagai alam kematian sehingga dunia ini adalah alam ‘kubur’, pemahaman kubur adalah sesuatu yang ‘tersembunyi’ atau ‘disembunyikan’, contohnya walaupun pasutri telah berumur puluhan tahun, ada-ada saja rahasia atau sesuatu yang tersembunyi di antara keduanya. Karena dunia alam kematian makanya dunia ini disebut penuh kebohongan dan kepalsuan.
Berangkat dari konsep itu, maka dunia inilah neraka, karena didunia inilah, nyawa atau jiwa dan ruh mempunyai wadah berupa jasad, dengan wadah jasad ini manusia mengalami kesengsaraan neraka, seperti kepanasan, kedinginan, musibah, lapar dan haus, sekaya apa pun manusia pasti mengalami hal itu berulang-ulang. Setelah jasad ditinggal nyawa, maka segala rasa dan kepedihan itu tidak ada lagi, tidak bergantung kepada sesuatu, tidak butuh sesuatu, jiwa itu bebas mengembara tanpa hambatan menuju tempat kembalinya. Ilustrasi Quran di dalam mengambarkan neraka, juga seperti itu, jiwa memiliki wadah tempat merasakan suka dan duka yang berulang-ulang.
Jika dunia ini sejatinya neraka, maka di manakah sejatinya surga itu ? hal ini pernah ditanyakan oleh seorang sahabat rasulullah, “wahai rasul junjungan kami, dimanakah surga dan neraka itu ?” saat itu rasulullah menjawab, “dimanakah siang dan malam..?”
Bagi manusia yang bisa hidup di dunia dengan memahaminya sebagai alam kematian, mampu mengendalikan hawa nafsunya dan sifat kebinatangannya, maka dia sebenarnya sudah menemukan surga, Jika sebaliknya dunia ini dianggap alam kehidupan, maka neraka adalah bagiannya.
Setelah mati atau nyawa meninggalkan jasad atau meninggalkan dunia, menurut syekh siti jenar, manusia sudah lepas dari neraka, karena jiwa tidak lagi berwadah, yang ada kemudian adalah surga. Surga dipahami sebagai bentuk ketenangan, kedamaian, tanpa kebutuhan sesuatu apa pun seperti waktu hidup di dunia, dan dia hanya butuh satu, yaitu kembali bersama Tuhan.
Wah, enak dong kalau gitu kita bisa berbuat apa saja di dunia, toh kalau sudah mati jasad, tidak ada lagi pembalasan di neraka. Bisakah anda berbuat demikian, tentu tidak karena dunia ini adalah alam kematian, anda berbuat sesuatu hanya seperti orang tidur lalu bermimpi, anda berbuat seperti apa yang sudah menjadi kodrat dan iradat.
Menjawab hal itu syekh siti jenar pada masanya berkesimpulan bahwa ajaran hindu dan Islam memiliki kesamaan, yaitu siklus reinkarnasi atau konsep kehidupan kembali, jiwa yang menitis kembali lalu hidup di dunia kembali atau kembali kealam kematian atau kembali ke neraka lagi.
Menurut syekh siti jenar, hidup-mati itu adalah biasa, akan terjadi berulang-ulang, analognya seperti tidur dan bangun. Tidur dilakukan untuk menyehatkan jasad, sementara mati untuk menyehatkan jiwa. Siklus ini akan terus berulang sampai jiwa manusia bisa mencapai ‘moksa’ atau ilahirajiun, atau manusia mencapai mi’raj, setelah jiwa manusia meninggalkan jasad (wafat).
Artinya manusia di dunia ini tidak boleh seenaknya berbuat apa saja, apalagi dunia itu memang neraka, karena jika mati dan tidak bisa kembali ‘ilahirajiun’ maka dia akan tercipta kembali menjadi manusia di dunia untuk kembali menikmati neraka seperti karma yang telah dilakukannya pada kehidupan neraka sebelumnya, ini diistilahkan dengan ilahiturjaun.
Misalnya jika anda seorang presiden yang jahat, maka setelah mati tentu dia tidak akan bisa mengalami ‘ilahirajiun’, hingga suatu masa dan waktu yang ditentukan dia kembali hidup di dunia melalu proses janin, ilahiturjaun, bukan lagi menjadi seorang presiden tetapi sesuai balasan karmanya, misalnya menjadi manusia gelandangan, cacat, dan hidup susah sejak bayi hingga tua dan mati kembali.
Misalnya kenapa ada bayi yang lahir cacat, sementara yang lain tidak, sementara Tuhan sendiri berkata tidak sedikit pun menzalimi hamba-Nya, apakah karena sikap buruk ortunya, tentu tidak adil dong, masak bapak-ibu yang salah, lalu bayinya yang kena akibatnya, artinya bayi itu cacat karena balasan kehidupan dunia sebelumnya entah di mana.
Lalu berapa tahun kemudian manusia kembali mengalami ilahiturjaun atau reinkarnasi, sesuai ilustrasi Quran, kisah alkahfi di mana sekelompok pemuda tertidur di dalam gua selama lima ratus tahun, kemudian terbangun dan hidup kembali, sementara anjing yang mengikuti mereka sudah hancur tinggal tulang-belulang. Dengan demikian diperkirakan manusia mengalami siklus reinkarnasi minimal dalam 5 abad kemudian.
Kesimpulannya jika saat ini anda hidup dan banyak berbuat dosa sampai ajal tiba tidak pernah bertobat, maka tunggulah kurang lebih 500 tahun kemudian anda akan dihidupkan kembali ke dunia (neraka), entah di mana, yang jelas pasti hidup sengsara sesuai karma perbuatan sebelumnya waktu di dunia sekarang. Wallahualam.
Kata “kitab garing” popular bagi mereka yang suka untuk belajar olah batin. Dalam hidup ini hendaknya kita tidak hanya belajar tentang “kitab garing” yaitu membaca dan memahami apa yang tertulis di dalam buku-buku saja. Namun hendaknya kita utamakan membaca serta menghayati apa yang ada di alam semesta dan mengenal di dalam diri manusia yang dilanjutkan dengan melaksanakan di dalam perilaku. Ini disebut “kitab teles.”
Marilah kita perdalam soal kitab ini. Di dalam ajaran agama Islam, beriman kepada kitab-kitab-Nya menduduki ranking ketiga. Ranking pertama adalah beriman kepada Allah dan ranking kedua adalah beriman kepada malaikat-Nya. Setelah itu baru beriman kepada kitab-kitabnya, dan ranking keempat adalah beriman kepada rasul-rasul-Nya, ranking kelima adalah beriman kepada Hari Akhir dan ranking terakhir keenam adalah beriman kepada takdir. Meskipun disini dikatakan ranking, namun tidak berarti ranking pertama lebih hebat dan harus didahulukan dari ranking selanjutnya. Semuanya harus diimani secara total dengan penghayatan dan perilaku yang selanjut-lanjutnya mulai ranking satu hingga terakhir karena itu sejatinya satu kesatuan.
Iman juga tidak hanya diartikan PERCAYA alias YAKIN terhadap keberadaan sesuatu. Ini tentu saja penghayatan anak kecil yang dangkal dan masih belum sempurna. Hakikat iman adalah WUJUD PENGAKUAN baik yang diucapkan maupun yang diyakini di dalam hati dan kemudian dilanjutkan dengan PERILAKU sehari-hari. Maka, iman dalam arti yang demikian adalah arti iman yang ‘HIDUP’ bukan iman yang ‘MATI’.
Keimanan yang sempurna oleh karena itu tidak hanya diucapkan di mulut saja. Kalau hanya diucapkan di mulut, para maling uang rakyat, para maling kebijakan moneter, para maling perkara pengadilan pun juga bisa melakukannya. Namun, hakikat keimanan yang sempurna pasti berbeda. IMAN SEMPURNA akan diraih ketika TELAH MENDARAH DAGING dalam PERBUATAN sehari-hari. Bisa jadi dia tidak mengucapkannya di mulut karena enggan dikatakan riya’/sombong. Namun hakikat keimanan terletak pada bagaimana kelakuan sehari-harinya. Apakah mencerminkan dengan RUKUN IMAN atau tidak. Oleh karena itu dalam kita beragama jelas membutuhkan kebijaksanaan. Kebijaksanaan akan menerangi pemahaman-pemahaman konseptual yang selama ini telah kita miliki dan kita susun sebagai pandangan hidup.
Kembali ke tema awal yaitu tentang beriman kepada kitab-kitab-Nya. Sejak taman kanak-kanak, yang kita ketahui adalah Tuhan telah menurunkan kitab-kitab-Nya pada para rasul. Pemahaman ala anak TK ini pun masih dipermiskin lagi dengan memaknai kitab-kitab-Nya sebagai barang/benda yang berbentuk buku yang diturunkan kepada para nabi yang hidup di timur tengah. Ini jelas sebuah pemiskinan makna kitab yang sesungguhnya yang tidak pantas dilakukan oleh orang-orang yang beriman dan beramal sholeh.
Iman terhadap kitab-kitab-Nya jelas sebuah keharusan. Yaitu mengimani semua jenis kitab yang ada di alam semesta yang semuanya bersumber dari Yang Maha Esa. Kalau kita memperdalam lagi.. maka apa ada tulisan yang tidak merupakan kitab-kitab yang berisi sabda-sabda Tuhan di alam semesta ini? Itu sebab dikatakan bahwa semua pergelaran alam ini disebut PAPAN TANPO TULIS/SASTRA JENDRA. Jadi kita tidak boleh hanya mengimani kertas-kertas dan mensucikan teks-teks yang dibuat di pabrik-pabrik kertas. Pemberhalaan teks yang merupakan KITAB GARING tidak boleh dilakukan oleh mereka yang mengaku orang beriman. Ini sama saja dengan kita menyembah patung, uang, jabatan, kekuasaan.
Marilah kita mengkaji apa hakikat KITAB TELES itu sesuai yang tertera di dalam Al Quran, surah al-Ankabut 49: “Sebenarnya, Alquran adalah AYAT-AYAT YANG NYATA DI DALAM DADA orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang dzalim.”
Dari ayat ini, orang yang beriman diharuskan ber-Iqra tentang KITAB DI DADA. Kitab ini bukan hanya teks yang semata-mata dihafal saja namun dipahami maknanya dan diimplementasikan dalam sikap hidup dan bertindak. Inilah yang oleh kaum kebatinan jawa disebut dengan KITAB TELES. Memang, merunut ayat di atas hakikat Al Quran hanya bisa dibaca oleh orang-orang yang diberi ilmu oleh-Nya. Diberi ilmu tidak sama dengan orang yang berilmu. Bila berilmu didapat dari proses belajar, maka diberi ilmu didapat dari proses pasrah total, sumeleh, sumarah kemudian DIA memberi kita hidayah berupa ILMU.
Memahami KITAB TELES yang berupa AYAT-AYAT YANG NYATA DI DALAM DADA, apa ini artinya? Artinya kita wajib untuk membaca pergelaran alam semesta/MAKROKOSMOS yang ada di dalam diri manusia. Manusia terdiri dari berbagai unsur penyusun yang bersifat FISIK dan METAFISIK. Yang Fisik yaitu tubuh biologis kita, dan yang Metafisik yaitu tubuh eterik, CIPTA, KARSA dan RASA. Di dalam unsur yang METAFISIK itu ada catatan amal perbuatan BAIK DAN BURUK. Cara membaca kitab di dalam dada ini tidak lain kita perlu belajar tentang olah kebatinan/olah rasa/dimensi dalam/tasawuf/inner world/praktik mistik agar tersingkap tirai yang menyelubungi ketidaktahuan kita.
Apakah mendalami olah rasa/dimensi dalam/mistik/ kebatinan ini berlebih-lebihan dan sesat, bahkan klenik? Jelas tuduhan itu salah alamat, bahkan setiap individu harus mempelajarinya. Di agama manapun, praktik olah rasa ini pasti ada. Di Islam pun ada ilmu mistiknya yang disebut ilmu tasawuf selain ilmu fiqih, ilmu kalam, ilmu mantiq, ekonomi Islam, nahwu sharaf dan lain-lain… Ilmu tasawuf akan menerangi jiwa manusia agar selalu awas( untuk selalu mendengar dan membaca ayat-ayat-NYA), eling (mengingat dan berdzikir pada-Nya) dan waspada (dalam perbuatan/tindakan).
Inti olah kebatinan tingkat lanjut adalah mengenal “MATI SAJRONING URIP dan URIP SAJRONING LAMPUS.” Ini adalah jalan MISTIK agar kita bisa merasakan kematian pada saat tubuh fisik kita masih hidup dan merasakan KEHIDUPAN pada saat tubuh kita telah mengalami KEMATIAN. Di dalam dua alam baik alam dunia maupun alam kelanggengan/alam kubur dan dua keadaan baik tubuh kita HIDUP atau tubuh kita sudah MATI, sebenarnya KESADARAN KITA TETAP HIDUP. Kesadaran yang merupakan pancaran diri sejati (dalam bahasa agama diebut RUH) ini tetap hidup kekal dan abadi. Tidak mengenal hilang dan lenyap. Maka, yang perlu dilakukan adalah bagaimana agar seseorang bisa memilih jalan kematian yang tidak sesat. Bila sesat dan tidak sempurna, maka ruh manusia akan ngelambrang ke alam gaib yang paling rendah. Memasuki alamnya setan, gendruwo, peri, wewe gombel, tuyul, buto ijo… benar-benar kasihan.
Sekarang, tinggal apakah kita beriman atau tidak terhadap kitab- kitab-Nya. Bila kita percaya, maka ada baiknya kita meneruskan laku dengan membaca KITAB TELES di dalam dada. Kita perlu membuktikan apakah diri sejati memang tidak tersentuh kematian. Sebab bila kita telusuri sejarah rukun iman sebagai berikut. Beriman kepada Allah adalah beriman kepada Dzat yang baka dan abadi, yang tidak tersentuh kematian dan tetap hidup sampai kapanpun. Dia tidak bisa ditakar dengan ukuran benda hidup atau mati, yang menciptakan tempat dan waktu.
Selanjutnya, manusia adalah wujud kehendak-Nya, wujud penjelmaan Tuhan Yang Maha Abadi. Bahkan dalam ajaran Jawa perumpamaan eksistensi Tuhan dan manusia itu seperti gula dan rasa manisnya. Lir gula lan manise ta kaki Murti smara batareng sujalma Jalma iku kabyangtane Allah kang maha agung Dira lepasira ki bayi Ya lahir ya batine Padha khaknya iku Ing jro khak jaba ya padha Dadi nora lain lahir lawan batin Iku padha kewala (Seperti gula dan rasa manisnya Hakikat Tuhan ada dalam diri manusia Manusia itu perwujudan Allah yang Maha Agung Perwujudannya lahir dan batinnya sama-sama benar batinnya benar lahirnya juga tiada perbedaan lahir dan batin itu sama)

Animated Pictures Myspace CommentsAnimated Pictures Myspace Comments